Mengapa Gischa Tipu Pembeli Tiket Coldplay?

Selasa 21-11-2023,07:00 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Kemudian, dosen memeriksa file. Akhirnya diketahui, Gischa sering tidak masuk kuliah. Karena itu, orang tua Gischa merasa tidak ada progres di perkuliahan Gischa. 

Dewi: ”Kesimpulan dosen, Gischa bohong ke orang tua. Melaporkan hal-hal yang tidak benar sehingga orang tua menduga pihak kampus tidak memberikan perkuliahan. Itu juga diungkapkan dosen kepada pihak orang tua.”

”Jadi, Gischa itu cantik. Tapi, suka bohong sama males, gitu kata dosen. Para dosen tahu Gischa.”

Kini Gischa masih terdaftar sebagai mahasiswi di sana. Tapi, sudah tidak pernah kuliah. Pihak kampus sudah menghubungi telepon Gischa, dan telepon Gischa tidak aktif juga.

Dari kondisi itu, kelihatan bahwa Gischa bukan anak orang sembarangan. Setidaknya, ortu Gischa sangat cinta dan mengurus Gischa dengan baik. Untuk biaya mahasiswi kelas internasional di Trisakti, uang kuliahnya sekitar Rp 60 juta per semester. Atau Rp 10 juta per bulan. Cuma untuk SPP.

Mengapa anak yang terurus ortu dengan baik bisa begitu? Dari segi usia, dia masih remaja. Batasan usia remaja versi World Health Organization (WHO) adalah 12 sampai 24 tahun. Gischa masih di pertengahan masa remaja.

Dikutip dari The Washington Post, 24 februari 2015, berjudul What I’ve learned: When teens lie, dipaparkan penyebab remaja berbohong, menipu dan berbuat kejahatan. Naskah ditulis Lisa Heffernan.

Heffernan kelahiran Chicago, Illinois, Amerika Serikat (AS), 11 Agustus 1959. Dia peraih gelar MBA dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Sloan School of Management di Cambridge, Massachusetts, AS. Dia melakukan riset remaja berbohong dan menipu.

Dia punya pengalaman pribadi. Yakni, dulu, ketika anak laki-laki dia masih usia 5 tahun, terjadi peristiwa ini. Anak itu mencoret-coret sikat gigi adiknya dengan spidol. Setelah adiknya tahu, lantas marah kepada si kakak. Tapi, si kakak mengatakan, ia tidak pernah mencoret sikat gigi itu.

Heffernan: ”Padahal, di tangan anak lelaki saya masih ada bekas tinta spidol. Lalu, saya tunjukkan bekas itu kepadanya, bahwa itu bukti ia sudah memainkan spidol. Kemudian, ia berpaling muka.”

Kejadian tersebut masih diingat Heffernan karena pada waktu itu dia sangat terpukul. Dia sudah mengajari anak-anaknya jujur. Terbukti, ajaran kejujuran gagal pada anak di usia balita. Heffernan gelisah, bagaimana kelak anak itu dewasa?

Ternyata, kebohongan pada anak dan remaja biasa terjadi. Seperti halnya mayoritas anak pernah bohong kepada ortu, setidaknya sekali. Hampir tidak ada anak dan remaja yang tidak pernah bohong kepada ortu. Sebab, buat anak dan remaja, kebohongan itu seru.

Heffernan mengutip Prof Nancy Darling, guru besar pendidikan anak dan remaja di Oberlin College, AS, yang menurut Heffernan sangat menarik. Dan, dia jadikan pedoman dalam mendidik anak. 

Menurut Darling yang dikutip Heffernan, salah satu cara membesarkan anak-anak yang dapat dipercaya adalah memercayai mereka.

Darling: ”Itu menimbulkan anak merasa dipercaya orang tua. Itu menginspirasi anak-anak untuk berperilaku dengan cara yang dapat menjaga kepercayaan orang tua.”

Dipertegas: ”Anak-anak yang baik, dipercaya. Makin mereka dipercaya, makin mereka berusaha memenuhi kepercayaan tersebut, dan mereka menjadi makin dapat dipercaya.”

Kategori :