SURABAYA, HARIAN DISWAY - Aktivitas akademik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya diliburkan. Para mahasiswa dari berbagai kampus kumpul di Lapangan Utara sejak Rabu pagi, 6 Desember 2023. Mereka tergabung dalam aksi damai Gerakan Mahasiswa Selamatkan Demokrasi.
Sejumlah mahasiswa pun perlahan memenuhi lapangan. Mereka membawa spanduk. Menyerukan berbagai aspirasi mereka terhadap situasi politik terkini. Ada yang bertulisan “Selamatkan Demokrasi” hingga “Reformasi Dikorupsi”.
Sejumlah spanduk juga terpajang di hampir sekeliling kampus. Intinya sama. Para mahasiswa menolak politik dinasti. Tak ingin era Orde Baru terulang kembali. Tentu ini menyangkut putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang menjadi cawapres setelah MK menambahkan aturan soal capres-cawapres Oktober lalu.
Aksi ini dikemas menarik. Ada pertunjukan musik, teater, dan orasi marathon. Yang berorasi mulai tokoh-tokoh muda hingga budayawan. Orator pertama Virgiawan Budi Prasetyo dari Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI).
Peserta Orasi Marathon Tolak Politik Dinasti di Untag Surabaya yang membawa stiker aksi.-Moch Sahirol Layeli-
Ia membakar semangat seluruh mahasiswa yang hadir. Menyindir mahasiswa yang hanya datang melihat dan tak ikut bergabung. “Jangan datang hanya karena ingin dapat nilai. Lebih baik kalian pulang saja,” jelasnya di atas mobil pick-up.
Kemudian juga disambung orasi presiden BEM dari kampus lain. Termasuk Presiden BEM Universitas Indonesia Melki Sedek Huang. Pemuda 23 tahun itu jauh-jauh datang dari Jakarta untuk ikut aksi.
Ia menceritakan pengalamannya terintimidasi. Bagaimana ibunya di Pontianak didatangi aparat berseragam. Persis setelah dirinya memprotes keras putusan Mahkamah Konstitusi soal syarat capres-cawapres.
“Kawan-kawan masih semangat tolak politik dinasti? Masih semangat untuk melawan?” katanya dari mimbar di panggung. Lantas disambut riuh para mahasiswa.
Salah satu aksi teatrikal dalam Orasi Marathon Tolak Politik Dinasti.-Moch Sahirol Layeli-
Orasi marathon ini dipungkasi oleh tokoh politik muda asal Surabaya, Aryo Seno Bagaskoro. Ia pun menyampaikan keheranannya. “Saya tidak pernah bayangkan bahwa suatu hari harus kembali bicara demokrasi. Saya kira sudah selesai,” jelas pemuda 22 tahun tersebut.
Mahasiswa FISIP Universitas Airlangga itu menyinggung era Orde Baru yang jauh dari demokrasi. Juga reformasi 1998, di mana kala itu ia belum lahir. “Maka bila ada yang bahayakan demokrasi, tidak ada kata lain selain lawan!,” serunya.
Tak hanya itu. Budayawan sekaligus sastrawan Eros Djarot juga berorasi. Ia pun menyampaikan bahwa saat ini Indonesia sedang tak baik-baik saja. Sutradara kawakan itu juga menitip pesan khusus kepada seluruh civitas akademik.
“Apalagi di kampus. Pak rektor, saya titip. Jangan bisanya cuma gelar diskusi panjang-panjang. Sekarang waktunya turun untuk melawan,” serunya disambut riuh para mahasiswa lagi.
Budayawan kondang asal Yogyakarta, Butet Kartaredjasa juga turut hadir bersama sang istri. Baginya, aksi ini bisa menjadi inspirasi awal. “Saya berharap inspirasi dari Surabaya ini berkembang di seluruh Indonesia. Semua menjadi gerakan untuk cegah hancurnya demokrasi. Untuk menghalau orang-orang yang mengkhianati konstitusi,” katanya.