Sejauh ini, kata Jokhanan, sejumlah politisi sudah melakukan langkah kolaboratif bersama influencer. Dengan merangkul tokoh terkenal di kalangan usia muda, politisi berpeluang untuk meraih dukungan karena mereka dapat membantu menyebar pesan dengan cara yang lebih autentik dan mudah diterima oleh target audiens.
BACA JUGA:Moderator Debat Capres Cawapres Tahap Pertama Resmi Dipilih, Yuk Intip Profil Keduanya
BACA JUGA:Jelang Debat Capres-Cawapres, Gibran Berguru Dulu Ke Influencer
Debat dan forum terbuka, kata pria yang juga tercatat sebagai Ketua Stikosa AWS ini, sebetulnya bisa membuat para kandidat berinteraksi langsung dengan pemilih. Ini dapat memberikan kesempatan bagi pemilih untuk mendengar langsung pandangan dan pemikiran kandidat. Tapi dengan model debat yang digelar KPU, proses debat lebih mirip ajang pertarungan yang kontra produktif.
"Lagian waktunya sangat terbatas. Sehingga kandidat kerap keasyikan membuat prioritas dengan mencari titik lemah lawan. Bukan membangun kekuatan persepsi karena kehebatan visi dan misi," sesal Jokhanan.
Dalam proses kampanye, jurus lain yang bisa digunakan adalah penguatan aspek storytelling yang kuat. Elemen ini jika dilakukan dengan benar memiliki peluang besar untuk menyentuh emosi calon pemilih.
"Bentuk secara umum adalah cerita tentang perjalanan, pengalaman di lapangan, bagaimana merespons masalah-masalah kritis dapat membantu membangun kedekatan emosional dengan pemilih, dan masih banyak lagi," kata Jokhanan.
Storytelling yang baik akan membawa pesan edukasi bagi pemilih dengan sangat baik. "Ingat, undecided voters mungkin membutuhkan pemahaman lebih dalam tentang sistem politik untuk membuat keputusan," tutupnya. (*)