Korban Bunuh Gali Kubur Sendiri

Jumat 15-12-2023,08:05 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Dilanjut: ”Jadi, motif karena pelaku tertekan disuruh memulangkan istri.”

Tersangka dijerat Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ancaman hukuman mati. Setidaknya 20 tahun penjara.

Bisa dianalogikan: Julita bagai menggali kubur sendiri. Desakan agar pelaku bercerai membikin pelaku tertekan sehingga membunuh Julita. Kesimpulan itu berdasar viktimologi.

BACA JUGA:Rampok Bunuh di Jual Beli Mobil

Viktimologi dipelopori kriminolog Amerika Serikat (AS) Prof Marvin Eugene Wolfgang (14 November 1924– 12 April 1998). Itu ilmu lama. Dicetuskan Wolfgang pada 1950-an.

Wolfgang dalam bukunya yang berjudul Victim Precipitated Criminal Homicide (1957) juga menjelaskan, viktimologi bisa dicurigai masyarakat sebagai membela pembunuh. Padahal, sesungguhnya masyarakat harus paham viktimologi, setidaknya kulit-kulitnya saja. Supaya terhindar jadi korban pembunuhan.

Dari buku itu, viktimologi terkenal di kalangan sosiolog dan kriminolog AS. Namanya precipitation theory.

BACA JUGA:Kasus Pembunuhan di Pasuruan: Ngono yo Ngono, ning Ojo Ngono

Dikutip dari The New York Times, 18 April 1998, berjudul Marvin E. Wolfgang, 73, Dies; Leading Figure in Criminology, disebutkan, Wolfgang pelopor viktimologi. Berita itu dimuat in memoriam, sepekan setelah Wolfgang wafat.

Disebutkan, Wolfgang sebelumnya adalah tentara AS dalam Perang Dunia II. Ikut dalam Pertempuran Monte Cassino. Perang usai, ia melanjutkan kuliah di Dickinson College, AS, lulus 1948.

Lanjut pascasarjana ke The University of Pennsylvania, AS, mengambil jurusan sosiologi kriminologi. Dari sana ia meraih gelar master of art pada 1950. Lanjut di universitas yang sama, meraih philosophy of doctor (PhD), lulus 1955. Akhirnya ia dijadikan guru besar kriminologi di sana sampai wafat, 12 April 1998. Profesor sampai akhir.

BACA JUGA:Konflik Keluarga dalam Pembunuhan di Subang

Precipitation theory mengulas kesalahan korban sehingga terbunuh. Kesalahan itu tidak disadari atau tidak disengaja oleh korban. Tapi, perilaku korban memicu seseorang yang berkarakter pembunuh untuk membunuh korban. 

Artinya, seorang berkarakter pembunuh tidak membunuh semua orang yang ia temui, secara acak. Namun, ia membunuh seseorang yang kebetulan memicu terjadinya pembunuhan.

Jika dibalik, tidak semua orang yang dipicu kemudian otomatis jadi pembunuh. Contoh, seumpama Julita mendesak seperti itu terhadap pria yang bukan Ade, mungkin saja dia tidak dibunuh. Mungkin saja prianya kabur, memutus perselingkuhan. Atau, bisa juga ia menceraikan istri seperti desakan selingkuhan.

BACA JUGA:Risiko Sopir Taksi Online, Dirampok dan Dibunuh

Kategori :