JAKARTA, HARIAN DISWAY - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai kekecewaan dari berbagai pihak terkait format debat calon presiden (capres) yang baru-baru ini berlangsung.
Menyikapi hal tersebut, Jokowi menyatakan keinginan untuk merubah aturan debat guna menghindari serangan personal yang memicu kontroversi.
Namun, Dewan Pakar Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), Fahrus Zaman Fadhly, menilai pernyataan Jokowi tersebut sebagai indikasi kuat bahwa Jokowi tidak netral dalam proses Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 mendatang.
Menurut Fadhly, Jokowi terlihat seolah-olah menjadi tim sukses pasangan Prabowo-Gibran.
Sebagai tanggapan, Timnas AMIN mengusulkan agar Jokowi mengajukan cuti sementara sesuai ketentuan Pasal 281 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal ini menegaskan bahwa presiden dan wapres dapat ikut kampanye peserta pemilu dengan syarat menjalani cuti di luar tanggungan negara.
"Kami mengusulkan Jokowi untuk cuti sementara selama proses pemilu. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan dan memastikan bahwa pemilu berlaku jujur dan transparan," ungkap Fadhly.
BACA JUGA:Anies Tujukkan Sikap Sasageyo Ala Anime Attack on Titan di Debat Capres, Ini Makna Mendalamnya..
BACA JUGA:Jokowi Absen di HUT ke 51 PDIP , PDIP: Memang Tidak Diundang
Lebih lanjut, Fadhly menekankan bahwa keterlibatan seorang presiden yang tidak netral dapat berdampak serius pada integritas dan legitimasi proses pemilihan serta stabilitas politik negara.
Ia menyatakan bahwa Jokowi sebagai presiden harus bertindak adil dan netral untuk memastikan semua pihak yang bersaing memiliki peluang yang setara.
"Presiden yang tidak netral dapat memengaruhi proses pemilihan dengan berbagai cara, seperti memanipulasi sumber daya negara, menggunakan kekuasaan politik untuk menguntungkan kandidat atau partai tertentu, atau bahkan mengintervensi secara langsung dalam penghitungan suara," tegas Fadhly.
Timnas AMIN menilai bahwa jika presiden terlihat tidak netral, hal tersebut dapat merugikan integritas pemilu dan mengakibatkan kehilangan kepercayaan publik terhadap proses demokratis.
Mereka menegaskan bahwa sikap netralitas presiden sangat penting untuk menjaga prinsip-prinsip dasar demokrasi dan kelancaran proses pemilihan yang adil. (*)