MK menyadari bahwa dilegalkannya seseorang yang memiliki hubungan darah/perkawinan dengan kepala daerah dapat menciptakan politik dinasti.
Namun, MK menegaskan bahwa hal itu tidak dapat dijadikan alasan karena ada UUD yang mengatur agar tidak terjadi diskriminasi. Paksakan aturan tersebut justru dapat menyebabkan inkonsistensi hukum.
Dalam pasal 7 UU Pilkada, dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki hubungan darah atau konflik kepentingan dengan petahana tidak diperbolehkan maju menjadi pemimpin daerah.
Konflik kepentingan tersebut diartikan sebagai tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, seperti ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu, kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan.
Mahfud MD prihatin terhadap praktik dinasti politik yang menggunakan rekayasa hukum sebagai alat untuk mencapai kepentingan politik. Mahfud MD menilai hal ini tidak sesuai dengan semangat demokrasi dan dapat membahayakan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.