“Pendampingan itu dalam bentuk peningkatan kapasitas, baik anggota legistatif di daerah maupun di pusat. Karena hal ini menjadi penting juga agar keputusan dan kebijakan yang dibuat lebih responsif terhadap perempuan dan anak,” urainya.
Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik Universitas Nasional (UNAS), Lely Arrianie, menekankan bahwa peningkatan jumlah keterwakilan perempuan di parlemen juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitasnya. Menurut dia, belum terpenuhinya minimal 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen juga karena faktor kurangnya kepercayaan masyarakat.
Karena itu, dia berharap para calon legislatif perempuan benar-benar memahami perannya dalam politik. “Agar kebutuhan perempuan dapat direpresentasikan dan didefinisikan lembaga-lembaga negara dalam bentuk produk kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan perempuan,” tegas Lely.
Dia menambahkan bahwa Pemilu 2024 menjadi momen yang tepat bagi calon legislatif perempuan untuk menunjukan kualitas mereka. Sekaligus, mewujudkan minimal 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen. “Pemilu tahun ini menjadi penting dalam peningkatan dan mewujudkan minimal 30 persen keterwakilan dalam parlemen. Kita perbaiki pelan-pelan, paling tidak terpenuhi secara kuantitas dulu kuota 30 persen perempuan dalam parlemen” pungkas Lely. (*)