Terkait permohonan PKPU yang diajukan PT CESS untuk ketiga kalinya ini, Dipa mengungkapkan bahwa PKPU ini diajukan oleh kreditur yang pernah mendaftarkan tagihannya dan tagihan sebesar Rp 29 miliar sudah diverifikasi, sudah dibantah, sudah diajukan keberatan, dan akhirnya keluar penetapan. “Intinya yang diakui hanya Rp 60 miliar sekian dan yang Rp 29 miliar sudah dibantah,” bebernya.
Menurutnya, sesuai keterangan ahli kepailitan pada sidang tadi bahwa tagihan yang sudah dibantah berdasarkan ketetapan hakim pengawas, maka dianggap tidak ada. “Artinya hal itu tidak bisa dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan PKPU kembali. Pasal 286 tegas mengatur hal itu,” ungkap Dipa.
Ia menilai, ada kebohongan yang dimuat dalam permohonan PKPU yang diajukan PT CESS. “Jadi dia bohong bahwa tagihan Rp 29 miliar itu belum ditagihkan atau belum diverifikasi. Faktanya tagihan itu sudah pernah ditagihkan dan kemudian dibantah. Ini (permohonan PKPU PT CESS) gak benar. Itu bohong dan kami ada bukti-buktinya,” kata Dipa.
Dipa melihat bahwa PT CESS merupakan kreditur yang tidak beriktikad baik. Alasannya karena pelaksanaan perjanjian perdamaian sudah dilaksanakan oleh PT CFK selaku debitur. “Pelaksanaan perjanjian sudah pernah kami lakukan, tahap pertama, tahap kedua, dan sudah diterima. Tapi tiba-tiba tahap ketiga ditutup rekeningnya tanpa ada pemberitahuan ke kami. Kemudian kok sekarang mengajukan permohonan PKPU. Ini kan beriktikad buruk,” tuturnya.
Jika permohonan PKPU ini dikabulkan, Dipa menilai hal ini sama saja dengan pertanda lonceng kematian keadilan dalam perkara PKPU. “Saya yakin majelis hakim adil dan bijaksana dengan tidak mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan pemohon,” tegas Dipa. (*)