Cisuak dan Tahun Naga Kayu (1): Yang Tidak Ciong Boleh Ikut

Selasa 06-02-2024,12:03 WIB
Reporter : Guruh Dimas Nugraha
Editor : Heti Palestina Yunani

Potongan rambut melambangkan segala yang buruk dalam pikiran seseorang dihilangkan. Kuku jari tangan dan kaki merupakan simbol pembersihan langkah manusia selama setahun silam.

“Barangkali ada langkah atau perbuatan kita yang buruk, dapat disirnakan melalui upacara cisuak ini,” terangnya. Umat yang hadir pun mengikuti tahapan-tahapan itu.

Nilan Kusumawati (Holan) misalnya, memotong kuku dan sedikit rambutnya sembari berdoa. Kemudian potongan-potongan itu diletakkan dalam lipatan perut kimcua penyu. Lantas kedua tepinya diberi lem untuk direkatkan.

“Semoga rezeki saya lancar, dan diberi keselamatan sepanjang tahun. Saya rutin mengikuti cisuak ini. Sebagai penyemangat, sekaligus agar mindset saya selalu positif,” ujar Holan. Dia saat itu ditemani Olivia Yunita, salah seorang umat Konghucu.

Kertas kimcua berbentuk penyu melambangkan umur panjang dan daya juang. Simbol harapan agar seseorang mendapatkan kesehatan dan keberuntungan, serta selalu bersemangat dalam menjalani hidup.

Setelah memasukkan potongan kuku, rambut dan benang dalam kertas penyu, para umat menulis di selembar kertas kimcua. Di bagian atas dituliskan nama, shio, dan alamat tempat tinggal.

Sedangkan di bagian bawah, ditulis harapan atau doa. Dengan diawali dua kata: Tee Cu. Yakni memohon kepada Thian, atau Tuhan Yang Maha Esa. “Kalimat akhir ditulis Shanzai. Artinya, terima kasih kepada Thian,” ungkap Liem.

Permohonan itu ditulis dengan bolpoin berwarna merah. Kemudian kertas kimcua tersebut dilipat mengerucut, membentuk segitiga. Proses pelipatan itu terdiri dari tiga tahapan. Melambangkan prinsip peribadatan Konghucu yang menekankan pada tiga aspek: Tuhan, manusia, dan alam.

Kertas kimcua berbentuk segitiga itu melambangkan gunung. Yakni sebagai harapan agar keinginan manusia dapat sampai ke hadirat Thian.

Meski sama-sama kertas kimcua untuk cisuak, perlakuannya berbeda. Kertas penyu akan dilarung di laut lepas keesokan harinya. Sebagai simbol bahwa segala energi negatif akan kembali ke bumi. Dihisap oleh arus laut dan sirna.

Sedangkan kertas gunung akan dibakar pada peribadatan hari itu. Yakni ibadah Jie Shi Shiang An, atau prosesi mengantar Malaikat Dapur dan Para Suci untuk berangkat ke kahyangan.

“Malaikat Dapur menbawa catatan tentang baik-buruknya setiap manusia di bumi. Di kahyangan, laporan itu akan diajukan, dan akan diputuskan anugerah atau hukuman apa yang akan diperoleh terkait perbuatannya,” ungkapnya.

Pukul delapan malam, ibadah Jie Shi Shiang An dimulai. Liem mengenakan jubah cu ce, atau pemimpin peribadatan. Dupa dinyalakan dalam keheningan. (Guruh Dimas Nugraha)

BACA JUGA: Cisuak dan Tahun Naga Kayu (2): Saatnya Thian Memperbaiki Bumi

Kategori :