HARIAN DISWAY - Kita yang percaya akan adanya surga dan neraka. Kita yakin bahwa yang banyak melakukan perbuatan baik akan diberi imbalan surga dengan beragam bentuk kenikmatan di dalamnya oleh Tuhan.
Sedangkan yang banyak melakukan perbuatan jahat akan diganjar neraka dengan segala macam siksaan di tiap tingkatannya. Konon neraka itu terdiri dari tujuh lapis.
Tentu, ada juga yang namanya hukum karma. Pun ada yang namanya hukum tabur-tuai --yang Anda sudah tahu semua maksudnya.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan Budayawan Banyuwangi Aekanu Hariyono: Ke Jin Zhi Shou
Yakni yang dalam ungkapan Mandarin yang disebut sebagai "善有善报,恶有恶报" (shàn yǒu shàn bào, è yǒu è bào): perbuatan baik pasti akan berbalas kebaikan, perbuatan buruk pasti akan berbalas keburukan.
Itulah mengapa Angie Laurentsia Sayogo (闫安琪), ketua Ikatan Koko dan Cici (IKOCI) Jawa Timur, percaya, "Orang yang berbuat baik, akan selamat sepanjang hidupnya."
Masalahnya, Anda mungkin acap mendapati orang yang telah banyak berbuat baik dalam hidupnya, tapi tidak mendapatkan balasan yang semestinya.
Sebaliknya, mereka yang banyak berbuat kejahatan, justru mendapatkan apa yang seharusnya diperoleh oleh yang berbuat kebaikan. Fenomena demikian agaknya terjadi di mana-mana. Bahkan sejak dahulu kala.
Di Tiongkok, misalnya, ada naskah drama karya Guan Hanqing 关汉卿, sastrawan era dinasti Yuan, yang menarasikan sebuah pemandangan ironis.
"Yang berbuat baik, malah miskin, menderita, dan berumur pendek; yang berbuat jahat, malah kaya, tinggi kedudukannya, dan panjang umurnya" (为善的受贫穷更命短,造恶的享富贵又寿延 wéi shàn de shòu pín qióng gèng mìng duǎn, zào è de xiǎng fù guì yòu shòu yán).
Di dunia politik, semoga tidak hanya terkhusus di negara kita, pakem begitu sepertinya makin berlaku. Tak usah berputus asa. Wejangan Tiongkok menenangkan kita. "不是不报, 时辰未到" (bù shì bù bào, shí chén wèi dào): bukan tidak ada balasan, tinggal waktunya saja yang belum sampai. (*)