HARIAN DISWAY - Nan Huai-Chin 南怀瑾 (1918–2012), biksu zen Buddhisme ternama di Tiongkok, pernah menyebut Taoisme adalah seperti toko obat yang menyediakan beragam obat mujarab bagi permasalahan batin manusia.
Misalnya, manusia yang agaknya sengaja diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang tamak dan karenanya sulit bahagia kendati sudah punya segala, oleh Taoisme disuguhkan obat berupa wejangan Lao Tzu, "知足常乐" (zhī zú cháng lè): siapa merasa cukup akan selalu bahagia.
Sederhana belaka alasan Lao Tzu. Dalam bab 44 kitab Tao Te Ching (道德经) ia bilang, "Siapa yang terlalu banyak keinginan, akan lebih banyak menghabiskan; siapa yang terlalu banyak menimbun, akan lebih banyak kehilangan" (甚爱必大费, 多藏必厚亡 shèn ài bì dà fèi, duō cáng bì hòu wáng).
Makanya, Lao Tzu menyarankan kita untuk "顺其自然" (shùn qí zì rán): mengalir saja. "Misalnya, yang namanya sudah usia, yo pasti enggak iso sing aneh-aneh maneh. Enggak iso makan sing berlebihan, enggak iso melihat dengan terang, dan seterusnya. Walaupun sebenarnya bisa diakali, tapi baiknya nerimo ae," kata dr. Hermawan Susanto, Sp.PD-KEMD, FINASIM.
Dokter spesialis endokrinologi, metabolisme, dan diabetes di National Hospital, Surabaya, tersebut memberikan contoh terkait operasi plastik. "Sekalipun ada teknologi kedokteran yang bisa bikin orang awet muda, tetapi tetap tidak bisa mengubah kekuatan tulangnya. Tetap akan keropos seiring usia," terang dr. Hermawan, sambil tertawa.
Alumni Universitas Airlangga itu lantas bertanya secara retoris. "Sampai sejauh mana manusia bisa mengakali semuanya agar bisa menjadi highlander? Tetap, kita harus nerimo. Biar hidup jadi lebih tenang," tegasnya.
Barangkali inilah mengapa Bapak Sejarah Tiongkok Sima Qian 司马迁, sejak ribuan tahun silam memperingatkan kita, "Kalau hawa nafsu tidak dibatasi, akhirnya tak akan ada yang terpenuhi; kalau sudah didapat tapi tidak merasa cukup, pada akhirnya akan kehilangan semuanya" (欲而不知止,失其所以欲;有而不知足,失其所以有 yù ér bù zhī zhǐ, shī qí suǒ yǐ yù; yǒu ér bù zhī zú, shī qí suǒ yǐ yǒu). (*)