Sebagai lembaga perantara, itu menandakan bank terlalu besar mengambil untung. Bunga kreditnya terlalu besar. Atau, bunga simpanannya terlalu rendah. Dalam bahasa lain, spread –selisih bunga simpanan dan bunga kredit– yang diambil bank terlalu besar.
Begitu juga, bank cenderung mengestimasi risiko berlebihan. Itu menyebabkan premi risiko yang ditetapkan bank terlalu tinggi. Akibatnya, bunga kredit perbankan jadi mahal. Jauh jika dibandingkan dengan bunga simpanannya.
BACA JUGA: Tren Bank Digital
Melihat NIM yang besar, sebenarnya terbuka ruang yang cukup lebar bagi perbankan untuk menurunkan bunga kredit kepada para debitornya. Mestinya bank juga mempertimbangkan kondisi debitor yang rata-rata terganggu pandemi Covid dalam dua tahun ini. Lebih-lebih, UMKM yang mengalami penurunan kinerja cukup tajam. (*)
*) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan wakil Dekan II Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Universitas Airlangga.