PERKEMBANGAN teknologi sudah merambah hampir ke semua aspek kehidupan, termasuk dalam sektor perikanan budi daya (akuakultur). Digitalisasi merupakan salah satu transformasi industrialisasi akuakultur yang gencar dipromosikan.
Sektor akuakultur yang memiliki potensi ekonomi besar perlu didorong untuk tumbuh pesat lagi. Secara keseluruhan, sektor itu juga mengalami pertumbuhan signifikan setiap tahun. Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat bahwa akuakultur termasuk sektor dengan pertumbuhan paling pesat selama 40 tahun terakhir.
Kemudian, konsumsi produk perikanan global tahun 2030 diproyeksikan 62 persen berasal dari akuakultur dan 38 persen dari perikanan tangkap. Itulah yang menjadi dasar perlunya transformasi sistem akuakultur dari era konvensional ke era digital atau otomatisasi.
Tujuan digitalisasi akuakultur adalah meningkatkan kualitas produk, ketepatan, dan efisiensi waktu dalam setiap rantai bisnis akuakultur. Dan, saat ini sudah banyak muncul start-up akuakultur di Indonesia yang masih eksis seperti eFishery, Jala Tech, Venambak, Aruna, dan Minapoli.
Para pembudi daya ikan/udang saat ini juga mulai tertarik untuk menggunakan teknologi baru dalam usahanya. Hal itu sejalan dengan hasil survei yang dilakukan Tim Riset eFishery tahun 2022 kepada 357 pembudi daya di area Jawa dan Sumatera.
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 48,46 persen pembudi daya menganggap teknologi sebagai hal positif dan faktor yang sangat penting dalam berbudi daya. Kemudian, sebanyak 47,90 persen menganggap penting dan 0,28% menganggap teknologi sangat tidak penting.
Hasil survei tersebut dapat dijadikan indikator bahwa pembudi daya Indonesia lebih terbuka akan inovasi teknologi. Apalagi, sekarang mayoritas penduduk Indonesia sudah menggunakan internet melalui smartphone.
Berdasar data penetrasi internet di Indonesia dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, ada 66,36 persen yang menggunakan smartphone dan 33,64 persen tidak menggunakan smartphone.
Keberadaan digitalisasi akuakultur akan memberikan beberapa manfaat. Di antaranya, berdampak pada efisiensi produksi. Salah satu contoh produk digitalisasi industri akuakultur adalah eFeeder.
Produk yang merupakan andalan dari eFishery itu dinyatakan dapat berkontribusi dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemberian pakan. Hasil dari penggunaan eFeeder dikatakan mampu meningkatkan efisiensi pakan hingga 30 persen, meningkatkan kapasitas produksi hingga 26 persen, serta mampu meningkatkan pendapatan pembudi daya hingga 45 persen.
Di samping itu, otomatisasi dalam pengukuran parameter kualitas air, seperti suhu, oksigen terlarut, pH, salinitas maupun amonia, di kolam budi daya juga sangat membantu dalam efisiensi tenaga dan waktu.
Tentu masih banyak teknologi lainnya yang dibutuhkan dalam proses produksi akuakultur. Misalnya, alat digital penghitung benih ikan/udang serta otomatisasi pengukuran panjang dan berat ikan dalam air.
Digitalisasi juga memberikan keuntungan dalam efisiensi rantai pemasaran. Keberadaan smartphone telah mengakibatkan disrupsi dalam banyak hal, termasuk dalam dunia marketing (pemasaran).
Dengan demikian, muncullah konsep digital marketing yang sekarang merambah hampir ke seluruh dunia bisnis. Adanya teknologi pemasaran itu telah memudahkan produsen dengan buyer atau konsumen untuk melakukan transaksi secara langsung serta didukung dengan informasi yang lebih akurat.
Selain itu, didukung dengan visualisasi dari foto dan video produk yang dipasarkan. Hal tersebut tentu memberikan citra positif sekaligus menjadi ujian tingkat kepercayaan terhadap kualitas produk komoditas akuakultur yang dipasarkan.