JAKARTA, HARIAN DISWAY - Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Airlangga (Unair) Profesor Henri Subiakto menyampaikan pandangannya bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki peran krusial dalam menyelamatkan Indonesia dan membangun kembali citra institusi tersebut.
Menurut Henri, MK menjadi penentu nasib bangsa Indonesia dengan integritas hakim konstitusi yang dianggap sebagai perwakilan Tuhan dalam menjaga keadilan, konstitusi, dan demokrasi.
"MK kini menjadi harapan utama, karena hanya dengan integritas hakim MK kita bisa menyelamatkan bangsa ini. Secara ideal, MK harus menjadi benteng utama yang menggantikan peran DPR," ujar Henri dalam wawancara dengan Kanal Anak Bangsa pada Senin, 1 April 2024.
Awalnya, opsi hak angket dianggap sebagai cara yang ideal untuk mengungkap berbagai pelanggaran undang-undang dan tindakan pemerintah selama pelaksanaan Pilpres 2024.
Namun, hingga kini, hak angket belum digulirkan di DPR meskipun syaratnya tidak terlalu sulit, yakni cukup dengan dukungan 25 anggota DPR dari dua fraksi.
Henri mengkritisi perubahan haluan partai politik terkait kasus-kasus hukum yang melibatkan elite politik. Dia menyoroti adanya kemungkinan perubahan pandangan politik dari partai-partai tertentu terhadap hak angket ketika terjadi kasus hukum besar yang melibatkan mereka.
BACA JUGA:PDIP akan Gugat Putusan MK 90 ke PTUN
BACA JUGA:THN AMIN Senang MK Panggil 4 Menteri Jokowi ke Sidang Sengketa Pilpres 2024
Menurutnya, hal ini menunjukkan bagaimana partai politik terkadang terjebak dalam kepentingan politik pragmatis yang berubah-ubah.
Ia menekankan bahwa walaupun hak angket mudah disabotase oleh parpol atau elite politik, namun di MK, persidangan sulit dipengaruhi oleh kepentingan politik karena prosesnya lebih independen.
Henri juga memandang bahwa MK memiliki peran penting dalam menyelesaikan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden (PHPU Pilpres) 2024 yang menjadi momentum penting bagi Indonesia.
Namun, dia juga menegaskan bahwa jika MK juga terjebak dalam politisasi dan tidak menjaga independensinya, maka bangsa Indonesia bisa kembali terjerumus ke dalam krisis politik seperti masa sebelum reformasi.
Oleh karena itu, dia menekankan perlunya kesiapan menghadapi berbagai kemungkinan, termasuk jika keputusan MK tidak sesuai harapan, karena hal tersebut bisa menimbulkan ketidakpercayaan rakyat dan potensi terjadinya kekacauan di berbagai daerah. (*)