Mengendap-endap Nyolong Ini…

Minggu 07-04-2024,08:01 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Roger Dobson dalam karyanya yang berjudul Heels are the world's No 1 fetish, dipublikasi The Independent, 20 Mei 2008, menyebutkan:

Pria pengidap fetisisme punya keasyikan dengan gairah seksual terhadap pakaian dalam perempuan. Antara lain, celana dalam, stoking, bra, atau barang lainnya. Begitu kuat ketertarikan pengidap terhadap barang-barang itu sampai rela mencuri, dengan mempertaruhkan nama baik pelaku.

Biasanya, setelah mencuri, pelaku memakai barang-barang itu. Lalu, pelaku mengalami gairah seksual saat memakainya. Ada juga yang gembira saat mengamati, memegang, atau mencium pakaian dalam tersebut.

Fetisisme pakaian dalam tidak dianggap sebagai parafilia, kecuali jika hal itu menyebabkan kesusahan atau masalah serius bagi orang yang terkait dengannya. Orang yang terkait bisa korban pencurian atau pasangan seksual.

Dari tulisan Roger Dobson itu bisa disimpulkan, pria pengidap fetisisme pencuri pakaian dalam perempuan mencuri bukan motif ekonomi atau menjual barang curiannya. Melainkan, motif kepuasan seksual yang menyimpang.

Di beberapa negara maju seperti Jepang, sudah lama (sejak 1970-an) ada toko yang menjual pakaian dalam perempuan yang belum dicuci. Ada banyak toko begitu. Disebut burusera. Ada banyak burusera di sana.

Berdasar catatan Kepolisian Metropolitan Tokyo yang dipublikasi Agustus 1994, disebutkan pada bulan tersebut seorang manajer toko burusera di Tokyo (tidak disebut identitas) ditangkap. 

Manajer itu dinilai menganjurkan seorang siswi menjual pakaian dalam bekasnya ke toko tersebut. Dan, si siswi benar-benar menjual pakaian dalam yang sedang dipakai.

Manajer itu ditangkap polisi, kemudian dihukum. Dengan dakwaan melanggar undang-undang kesejahteraan anak dan pornografi anak.

Barang yang dijual di toko burusera bukanlah pornografi anak. Sebaliknya, menjual barang burusera adalah cara mudah bagi para siswi di Jepang untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Praktik itu juga telah dicurigai mengarah pada pelecehan seksual terhadap anak.

Tapi, seiring waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan tentang kelainan seksual, undang-undang tersebut direferendum.

Pada 2004 pemerintah Jepang mulai memberlakukan peraturan yang membatasi pembelian dan penjualan pakaian dalam bekas, bahkan air liur orang di toko-toko burusera. Dibatasi, tidak untuk anak di bawah usia 18 tahun.

Mungkin, burusera merupakan solusi agar pria pengidap fetisisme tidak mencuri jemuran orang. Daripada nyolong jemuran, lebih baik beli.

Kecuali, khusus bagi pria pengidap fetisisme yang juga pengidap kleptomania. Kalau golongan itu, meski ada burusera, ia tetap saja akan nyuri pakaian dalam perempuan. Sebab, golongan itu punya kelainan dobel. (*)

 

Kategori :