Perang Persepsi Pejabat Tinggi di Kasus Sopir Microsleep

Sabtu 13-04-2024,16:57 WIB
Reporter : Djono W. Oesman
Editor : Yusuf Ridho

Menteri Budi kepada wartawan, Jumat, 12 April 2024, mengatakan, ”Saya enggak pernah bosan sampaikan, perihal kecelakaan di Km 58 kemarin, KNKT menyampaikan bahwa itu adalah mobil travel gelap.”

Dilanjut: ”Jadi, penumpang mobil Gran Max itu ada 12 orang. Ia berjalan 4 hari berturut-turut tidak berhenti. Bayangkan, kita pulang untuk satu trip saja sudah bagaimana capeknya. Apalagi, empat hari berturut-turut.”

Akhirnya: ”Saya meminta anggota Polri menindak tegas mobil travel ilegal. Agar dirazia, lalu ditindak tegas. Supaya tidak merugikan masyarakat, menyebabkan kecelakaan.”

Dari konstruksi masalah di atas, jelas terjadi penyimpangan topik. Topik bahasan menyeleweng. Dari kecelakaan maut menjadi legalitas usaha travel. Dari dukacita menjadi legalitas bisnis.

Sedangkan, kunci utama penyebab kecelakaan itu adalah sopir Gran Max, Ukar, yang terlalu ngoyo mencari duit jelang Lebaran. Karena itu, ia mondar-mandir menyetir mobil selama empat hari nonstop (tentu berhenti sebentar saat menunggu penumpang yang dijemput sedang mandi). 

Akibatnya, Ukar mengantuk. Ia mengalami microsleep (tidur) saat pegang kemudi. Berakhir dengan kecelakaan.

Maka, kalau pemerintah berniat mencegah kecelakaan, tangkaplah sopir yang mengantuk saat mengemudi. Apalagi, sopir sampai tidur saat mobil melaju dengan kecepatan 100 kilometer per jam. 

Sebaliknya, bahasan para petinggi soal legalitas mobil guna mencegah kecelakaan bukan terapi jitu. Memang, tidak terlalu meleset jauh. Tapi, tidak jitu.

Ibarat, problemnya adalah orang sakit kepala, lalu diberi obat sakit kuping. Memang, kuping bagian dari kepala. Kalau seumpama kuping sakit congek, memang bisa menimbulkan sakit kepala. Tapi, itu tidak jitu pada sasaran. (*)

 

Kategori :