HARIAN DISWAY - Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan ATR/BPN Iljas Tedjo Prijono menyatakan pihaknya menargetkan penyelesaian sebanyak 82 kasus mafia tanah pada 2024. Dia menyebut permasalahan mafia tanah menjadi hal yang mengganggu investasi.
Pemerintah pun telah memberikan perhatian serius terhadap persoalan itu. "Mafia tanah itu bisa mengganggu berbagai elemen, seperti investasi, kepastian hukum, dan perampasan hak orang lain," kata Iljas usai mengisi seminar membahas Sengketa Tanah dan Jaminan Hak Atas Tanah di Universitas Surabaya (Ubaya), Jumat, 3 Mei 2024.
Pihaknya bersama kejaksaan dan kepolisian telah membentuk Satgas Antimafia Tanah dengan menargetkan menuntaskan kasus yang terus meningkat setiap tahunnya. "Tahun ini kami menargetkan 86 kasus. Tahun kemarin ada 60 target, tetapi terselesaikan 72 kasus. Di Jawa Timur, kami sudah mengekspos dua kasus mafia tanah bersama Polda Jatim, yakni di Banyuwangi dan Pamekasan," ujarnya.
Persoalan tanah, kata dia, juga menjadi perhatian Ubaya. Melalui Prodi Kenotariatan bekerja sama dengan Pengurus Wilayah Jata Timur Ikatan Pembuat Akta Tanah membahas sengketa tanah dan jaminan hak atas tanah.
BACA JUGA:AHY Deklarasikan Jakarta Selatan Menjadi Kota Lengkap, Memudahkan Penumpasan Mafia Tanah
BACA JUGA:AHY Siap Gebuk Mafia Tanah: Tak Peduli Oknumnya Internal Kementerian ATR/BPN
Pembahasan tersebut dikemas dengan seminar dengan menghadirkan Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan ATR/BPN Ilyas Tedjo Prijono, Dosen Hukum Ubaya Dr Sylvia Janisriwati SH MHum, Pengacara Dr Saiful Anam SH MH, dan Vice President Legal PT Bank Central Aisa, Tbk Bibit Gunawan. Dekan Fakultas Hukum Ubaya Dr Hwian Christianto SH MH menyebut seminar itu sebagai wadah partisipasi bagi para notaris, advokat, praktisi hukum, profesional di bidang perbankan, dosen, dan mahasiswa dalam mencari solusi atas sengketa pertanahan serta sengketa jaminan atas tanah.
"Kemudian untuk meningkatkan keilmuan dan kesadaran bagi notaris, advokat, praktisi hukum, profesional di bidang perbankan, dan civitas akademika," jelasnya.
Menurutnya, tumpang tindih sertifikat tanah dan berbagai mekanisme perolehan hak atas tanah menjadi masalah yang perlu diselesaikan secara tepat, efisien dan tanah tanpa memunculkan sengketa berkelanjutan. (*)