Melawan Kapitalisasi Dunia Pendidikan

Sabtu 11-05-2024,22:03 WIB
Oleh: Aulia Thaariq Akbar

BACA JUGA: Kebijakan Pendidikan setelah Pemilu 2024 

BACA JUGA: Perubahan Jadi Tantangan Pendidikan Vokasi

Bahkan, penulis yang sekarang ini berstatus mahasiswa juga layak dianggap sebagai buruh. Sebab, mahasiswa akan bekerja keras belajar atau mengerjakan tugas demi mendapat ”upah” dalam bentuk nilai oleh sang dosen. 

Sebaliknya, dosen juga akan bekerja keras mengajar sebagai bentuk penuntasan pekerjaan agar mendapat upah atau gaji. Hal tersebut relevan apabila diartikan dengan luas terkait pemaknaan kata buruh yang menempatkan sebagai subjek yang bekerja untuk mendapatkan upah. 

Tak sebatas pemaknaan filosofis, nyatanya mahasiswa juga merupakan buruh sesungguhnya di masa depan, dilihat dari konversinya bahwa mahasiswa dituntut agar memiliki skill guna menyesuaikan dengan kebutuhan industri di kemudian hari. 

BACA JUGA: Efek Karambol Kapitalisme Dunia Kesehatan dan Pendidikan

Dengan demikian, sudah semestinya mahasiswa sadar bahwa ketika lulus dengan gelar profesi apa pun nantinya, mereka akan menjadi buruh.

PROGRAM MAGANG:PERBURUHAN ATAU PERBUDAKAN?

Demi menyesuaikan kebutuhan industri, selain dituntut untuk belajar, mahasiswa kini juga harus memiliki pengalaman kerja yang biasanya melalui program magang yang kini digemari mahasiswa. 

Tentunya antusiasme magang tidak hanya bagi peserta magang, tetapi juga dirasakan bagi pihak perusahaan yang mengadakan magang. Dengan adanya program magang, perusahaan akan menghemat pengeluaran perusahaan, masa probation (masa percobaan) gratis, dan penambahan tenaga kerja yang dapat meningkatkan produktivitas. 

Oleh karena itu, banyak perusahaan hingga instansi yang berlomba-lomba mengadakan program magang yang dapat menghemat anggaran, alih-alih membuka rekrutmen karyawan. 

Dalam banyak kasus, program magang sering dimanfaatkan perusahaan sebagai sumber tenaga kerja murah tanpa memberikan kompensasi yang layak kepada mahasiswa magang, bahkan hingga tidak memberikan upah sama sekali.

Sekalipun pemerintah mengeluarkan program Kampus Merdeka yang memberikan kesempatan magang dan diberikan insentif untuk mahasiswa, nyatanya di program itu masih terdapat permasalahan mendasar. 

Yakni, konversi satuan kredit semester (SKS) ketika selesai mengikuti program tersebut. Sering kali dosen tidak menyetujui karena tidak menemukan link and match antara magang dan mata kuliah yang tersedia. 

Selain itu, yang harus lebih diwaspadai adalah mindset ”yang penting magang di instansi besar” berpotensi memunculkan preseden buruk di kemudian hari. 

Sebab, dalam kenyataannya, peserta magang dengan mindset tersebut biasanya hanya terlibat dalam tugas-tugas administratif yang rutin dan monoton di berbagai lembaga atau perusahaan. 

Kategori :