Kebijakan Pendidikan setelah Pemilu 2024

Kebijakan Pendidikan setelah Pemilu 2024

ILUSTRASI meneropong kebijakan pendidikan tinggi setelah Pemilu dan Pilpres 2024. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

TAHUN politik telah selesai dengan ditandai hasil pemilihan umum (pemilu) –baik pemilu presiden (pilpres), pemilu legislatif (pileg), maupun pemilu Dewan Perwakilan Daerah (DPD)– diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia pada 20 Maret 2024. Akan tetapi, sisa-sisa tahun politik masih sangat terasa dan membekas.

Saat tahun politik, yang memiliki panggung utama, antara lain, adalah para politikus, calon presiden-calon wakil presiden, dan calon anggota legislatif. Mereka telah menyiapkan bekal atau amunisi sejak lama untuk memenangkan kompetisi politik secara sehat, jujur, dan sportif. 

BACA JUGA: Visiting Academic ke Arab Saudi: Inspirasi Pendidikan Gratis di Indonesia

Proses panggung politik tersebut telah dilewati dengan penuh liku-liku dan pernak-pernik yang mengitari. Untuk meramaikan panggung politik, setiap pihak membentuk tim sukses atau tim pemenangan pemilu. Jadilah, Pemilu di Indonesia tambah semarak dan makin menarik.

Kini panggung politik telah beralih ke panggung hukum. Panggung hukum itu tidak kalah menariknya dengan panggung politik. Panggung hukum yang saat ini sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi ajang ”pertunjukan” para pendekar hukum di Indonesia terkait dengan sengketa hasil pilpres. 

Setiap pihak dari capres-cawapres nomor urut 01 (Anis-Amin), 02 (Prabowo-Gibran), dan 03 (Ganjar-Mahfud) telah menyiapkan tim advokat atau tim hukum yang andal untuk menghadapi persidangan di MK tentang sengketa hasil Pilpres 2024.

BACA JUGA: Transformasi Pendidikan ala Prodi Sarjana Terapan Teknologi Veteriner Unair

Sesuai mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, apabila terjadi sengketa dalam pemilu, penyelesainnya dapat dilakukan lewat jalur hukum dan jalur politik. 

Untuk jalur politik, telah diwacanakan akan dilakukan lewat hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sedangkan jalur hukum dilakukan di MK. Saat ini proses di MK telah menjadi perhatian dan sorotan publik. 

Tim hukum dari capres-cawapres nomor urut 01 dan 03 menggugat hasil Pilpres 2024 yang telah ditetapkan KPU. Gugatan utama yang dimohonkan kepada MK adalah membatalkan hasil putusan KPU yang menetapkan pasangan capres-cawapres 02 (Prabowo-Gibran) sebagai pemenang Pilpres 2024, menggelar pemilu ulang dengan mendiskualifikasi capres-cawapres nomor urut 02, dan gugatan-gugatan lainnya. 

BACA JUGA: Efek Karambol Kapitalisme Dunia Kesehatan dan Pendidikan

Menurut tim hukum dari pihak 01 dan 03, gugatan ke MK dilakukan karena telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan kecurangan pilpres secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Menariknya, untuk membuktikan dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan kecurangan pilpres secara TSM, setaip pihak telah menyiapkan tim hukum yang andal. Mereka adalah para ”pendekar hukum papan atas dan senior”. 

Tim hukum dari pihak 01, antara lain, Ari Yusuf Amir (ketua tim), Bambang Widjojanto, dan Refly Harun, sedangkan tim hukum dari pihak 02, antara lain, Yusril Ihza Mahendra (ketua tim), Otto Hasibuan, dan Hotman Paris. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: