Kebijakan Pendidikan setelah Pemilu 2024

Kebijakan Pendidikan setelah Pemilu 2024

ILUSTRASI meneropong kebijakan pendidikan tinggi setelah Pemilu dan Pilpres 2024. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Lalu, tim hukum dari pihak 03, antara lain, Todung Mulya Lubis (ketua tim), Maqdir Ismail, dan Henry Yosidiningrat. Mereka telah melakukan ”unjuk kekuatan” dan beradu argumen serta bukti dalam persidangan di MK bersama anggota tim hukum lainnya.

BACA JUGA: Akhirnya Pendidikan Dokter Unair Hadir di Banyuwangi

MENANTI KEBIJAKAN PENDIDIKAN PRESIDEN RI TERPILIH

Dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia, pendidikan nasional mencakup muatan yang sangat luas. Di antaranya, mulai jenjang prasekolah, pendidikan dasar, sampai jenjang pendidikan tinggi. 

Pada tulisan ini, fokusnya adalah kebijakan pendidikan tinggi. Dalam konteks jenjang pendidikan tinggi, cakupannya juga sangat luas. Di antaranya, terkait standar nasional pendidikan tinggi (SNPT), sumber daya manusia (SDM) dosen, dan kelembagaan perguruan tinggi. 

Apa hubungan kebijakan pendidikan dengan politik dan hukum? Hubungannya saling terkait. Proses politik, dalam hal ini pilpres, menghasilkan pemimpin (presiden-wakil presiden). 

Apabila putusan KPU belum bisa diterima semua pihak, penyelesaian dapat dilakukan melalui proses hukum di MK. Hasil putusan MK sebagai pengadilan konstitusional bersifat final dan mengikat. 

Sambil menunggu putusan MK terkait hasil Pilpres 2024, pada tulisan ini diketengahkan mengenai kebijakan pendidikan yang difokuskan pada kebijakan pendidikan tinggi pada aspek kelembagaan menurut Prabowo Subianto. 

Mengapa yang diangkat pandangan capres Prabowo Subianto? Alasannya, saya mengetahui secara langsung apa yang disampaikan Prabowo Subianto dalam sebuah forum seminar nasional di Universitas Brawijaya, Malang, pada 2022 terkait kebijakan pendidikan tinggi, jauh sebelum agenda Pilpres 2024. 

Prabowo saat itu juga belum secara resmi menjadi capres. Itu tidak berarti menafikan capres Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Singkat cerita, pada saat mengikuti rapat kerja nasional (rakernas) Forum Dekan Ilmu-Ilmu Sosial (Fordekiis) Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se-Indonesia di Universitas Brawijaya (UB) pada 1–4 Juli 2022 dalam kapasitas sebagai dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya, saat itu, saya mendapat undangan mengikuti rakernas Fordekiis. 

Dalam rangkaian rakernas, ada sesi kegiatan kuliah umum pada 3 Juli 2022 yang bertema Urgensi Ketahanan Nasional dalam Kepemimpinan Nasional. Prabowo Subianto diundang dalam kapasitas sebagai menteri pertahanan RI. 

Beberapa tokoh diundang untuk menghadiri kuliah umum. Di antaranya, gubernur Jawa Timur, kepala daerah se-Malang Raya, rektor UB, para dekan selingkung UB, para guru besar, dosen, dan perwakilan mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UB. Sekadar informasi, Fordekiis beranggota 54 dekan dari PTN se-Indonesia.

Pada saat sesi tanya jawab, ada salah seorang guru besar bertanya bagaimana pandangan narasumber (Prabowo Subianto) apabila kelak menjadi presiden tentang kebijakan perguruan tinggi negeri badan hukum (PTNBH), para pimpinan PTN didorong untuk meningkatkan status PTN yang dipimpin menjadi PTNBH, walaupun persyaratan menjadi PTNBH itu berat dan konsekuensi tanggung jawabnya juga berat.

Atas pertanyaan tersebut, Prabowo menanggapi dengan mengacu pada UUD 1945 Pasal 33 ayat (2) dan (3) yang berbunyi ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: