Ketiga, warga menganggap polisi dan sistem peradilan korup. Warga sering melihat penjahat yang baru saja melakukan kejahatan berjalan dengan bebas di jalanan. Akibatnya, masyarakat meyakini bahwa para penjahat itu memiliki kenalan atau kekerabatan dengan polisi.
Atau, warga menilai bahwa para penjahat itu bisa bebas karena menyogok polisi. Atau terjadi korupsi.
Keempat, dalam banyak kasus, masyarakat yang melakukan mob justice tidak tahu persis permasalahan seseorang dikeroyok massa. Pokoknya, ada orang dikeroyok massa, dianggap penjahat. Massa yang ikut-ikutan itu biasanya justru lebih galak daripada orang yang melakukan mob justice di awal pengeroyokan.
Hasil penelitian di Ghana itu, sebagian mirip dengan kondisi di Indonesia, sebagian tidak. Tapi, inilah perilaku masyarakat yang khas negara-negara miskin dan berkembang.
Walaupun, pemerintah mencanangkan Indonesia Emas 2045 yang katanya pelaksanaannya bakal dipercepat. (*)