Dalam ajaran Tiongkok klasik, kita disarankan untuk "止于至善" (zhǐ yú zhì shàn): baru berhenti ketika sudah sampai pada taraf sebaik-baiknya budi pekerti. Mungkin supaya kita terdorong untuk terus-menerus berikhtiar. Tentu dengan cara seperti dibilang Pramoedya Ananta Toer, sastrawan legendaris negeri kita, "sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."
Namun, kalau kata Hwian Christianto, "Jangan pusing menjadi yang terbaik, sebab Anda akan jatuh menghalalkan segala cara dan sakit karenanya." Dekan Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) tersebut barangkali khawatir melihat fenomena banyaknya orang yang akhirnya terjerembap pada laku tak terpuji guna mencapai "yang terbaik".
Yang dimaksud "yang terbaik" di sini adalah apa yang sekiranya pada zaman kiwari membuat orang lain silau --entah itu jabatan, prestasi, atau terutama sekali kekayaan materi.
Anda tak perlu ruwet-ruwet mencari contohnya. Tinggal scroll media sosial apapun yang Anda punya, niscaya akan dengan mudah Anda jumpai pejabat, artis, muda-mudi yang hobi memamerkan keglamoran tapi tak jelas apa yang dikejarkan --sehingga mampu membeli barang-barang branded yang harganya bisa memberi makan siang gratis orang satu kampung tanpa menunggu pemerintah menguras APBN.
Dan benar, beberapa dari mereka, yang tak menutup kemungkinan sempat orang-orang jadikan idola, belakangan ternyata terbukti tipu-tipu atau menggarong kekayaan negeri untuk flexing sana-sini.
Maka dari situ, agaknya ada baiknya kita mulai renungkan apa yang disarankan Hwian ini: "Fokuslah memberi yang terbaik, karena saat itulah Anda akan menunjukkan kualitas Anda sebagai insan yang terbaik."
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Lead Pastor GBI ROCK Surabaya Daniel Yanuar: Lü Ren Dao Yi
Perkara bagaimana penilaian orang lain terhadap pemberian kita, tak usah kita galaukan. Terlebih, kita tak punya kekuatan untuk mengawasi apalagi mengontrol pikiran orang lain sebagaimana yang dilakukan penguasa totaliter di novel 1984 yang ditulis George Orwell.
Yang penting, ribuan tahun silam Duanmu Ci alias Zigong, salah satu murid filsuf besar Konfusius yang seorang politisi, pengusaha, dan filosof sekaligus, telah mengingatkan kita untuk senantiasa "博施济众" (bó shī jì zhòng): menebar kebaikan dan membantu orang sebanyak-banyaknya. (*)