Bendera Putih

Bendera Putih

ILUSTRASI Bendera Putih.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BENDERA PUTIH berkibar di sejumlah tempat di wilayah bencana di Aceh. Sejumlah warga yang tengah berjuang memulihkan diri dari bencana banjir bandang mengibarkan BENDERA PUTIH di rumah-rumah mereka, pertanda minta bantuan darurat. BENDERA PUTIH sekaligus menjadi simbol bahwa mereka sudah tidak sanggup lagi menghadapi penderitaan.

Bendera putih menjadi simbol penyerahan diri dan permintaan bantuan darurat semacam SOS alias save our soul (selamatkan nyawa kami). Dalam tata komunikasi internasional, terdapat berbagai simbol dan isyarat yang dapat dipahami secara global. Salah satunya ialah isyarat mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah. 

Tradisi itu sudah digunakan sejak masa lampau oleh bangsa Tiongkok dan Romawi untuk menandakan sikap menyerah. Penggunaan isyarat itu dimulai pada era Dinasti Han Timur, sekitar tahun 25 hingga 220 Masehi. Namun, tradisi tersebut dipercaya telah berusia lebih tua dari itu.

BACA JUGA:Meski Dilarang, Balai Kota di Prancis Kibarkan Bendera Palestina

BACA JUGA:Kemenpora Imbau Pengibaran Bendera Merah Putih di Hari Sumpah Pemuda ke-97

Buku Histories yang ditulis pengarang Romawi bernama Cornelius Tacitus pada 109 menyebut penggunaan bendera putih pada Pertempuran Cremona Kedua antara bangsa Vitellia dan Vespasia. Saat itu warna putih digunakan sebagai lambang bagi prajurit yang menyerah.

Warna putih digunakan karena lebih mudah dikenali di tengah kondisi pertempuran. Saat itu sebagian besar orang menggunakan kain warna putih dan merupakan sebuah bahan yang mudah diperoleh.

Dalam budaya Tiongkok, warna putih merupakan lambang duka dan kematian sehingga bendera putih dianggap pertanda duka dan kesedihan yang mereka alami karena kekalahan.

Selain sebagai tanda menyerah, bendera putih berkembang sebagai tanda gencatan senjata dan ajakan negosiasi dalam peperangan. Pada saat perang, banyak utusan negosiasi yang mengibarkan bendera putih ketika mendekati kubu lawan. Warna putih juga digunakan oleh petugas kesehatan untuk mengangkut orang-orang yang terluka.

Pada beberapa abad terakhir, makna-makna yang muncul dari bendera itu telah disepakati secara global melalui Konferensi Jenewa dan Den Haag. Bendera putih dianggap sebagai sebuah simbol yang sakral untuk melindungi penggunanya dari berbagai serangan. Simbol itu tidak boleh dimanfaatkan sebagai sebuah cara terselubung untuk menyerang. 

Bagi warga Aceh, bendera putih memberikan pedan ganda. Di satu sisi, mereka menyerah karena tidak mampu lagi mengatasi persoalan. Di sisi lain, mereka memprotes pemerintah pusat yang dinilai lamban dalam bertindak.

Semiotika warna putih juga bisa dimaknai sebagai simbol terakhir untuk meminta pertolongan terhadap nyawa. Warna putih menjadi penanda bahwa rakyat sudah menyerah. Bagi pemerintah, warna putih menjadi ”petanda” bahwa pesan itu ditujukan kepada mereka yang berkuasa.

Bendera menjadi senjata pemungkas yang bisa efektif. Beberapa waktu yang lalu banyak sopir kendaraan umum yang mengibarkan bendera ”One Piece” bergambar tengkorak bertopi jerami yang dikenal sebagai bajak laut ”Jolly Rogers”.

Para sopir di jalanan itu secara sengaja menjadikan bajak laut sebagai idola. Hal tersebut menjadi indikasi bahwa masyarakat mengalami krisis idola. Tidak ada lagi tokoh masyarakat yang bisa dijadikan panutan dan role model. Maka, ketika masyarakat membutuhkan pahlawan dan idola, mereka lari kepada bajak laut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: