“Ada pola yang mirip untuk mengakali aturan. Sama-sama melalui penafsiran judicial review. Mencari celah untuk mengada-ada,” terang Haykal. Sidang perkara juga seolah tertutup dari publik. Diputuskan cuma dalam tiga hari. Nyaris tidak ada pemantauan kemudian diputuskan.
Gedung Mahkamah Agung-fin.co.id-
Bahkan, menurut Haykal, putusan MA ini jauh lebih membodohkan publik ketimbang putusan MK Nomor 90. Karena mencampuradukkan antara syarat calon kepala daerah dan syarat pelantikan. Padahal, dua hal itu merupakan peristiwa hukum dan punya akibat hukum yang berbeda.
Putusan MA tersebut harus ditolak supaya tak berulang di kemudian hari. Sebab, akan berbenturan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penetapan PP Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
KPU bisa tidak menjalankan putusan MA tersebut. Tidak menggunakannya untuk merevisi PKPU. Seperti halnya saat MA mengabulkan ketentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen untuk calon legislatif dari tiap partai peserta Pemilu 2024. Lantas KPU baru menerapkannya pada pemilu selanjutnya.
BACA JUGA:Kaesang Pangarep Masih Pantau Untuk Maju Pilkada
Anggota Dewan Perludem Titi Anggraini juga berpendapat senada. Putusan MA itu seolah menjadi replikasi atas pengujian serupa saat pilpres lalu. Apalagi diterbitkan saat proses pencalonan sudah berjalan melalui jalur perseorangan.
“Mengingat aturan dalam PKPU ini sudah lama dan tidak ada intensi KPU untuk menyimpangi UU Pilkada seperti halnya yang dilakukan KPU pada ketentuan keterwakilan perempuan di Pemilu DPR dan DPRD,” tandas dia saat dihubungi, kemarin.
Maka putusan MA semestinya tidak diberlakukan pada pencalonan Pilkada 2024 karena tahapan pencalonan pilkada sudah berjalan. Hal itu agar tidak ada ketidakadilan yang dirasakan calon perseorangan yang sudah memulai persiapan pencalonan lebih awal.
Sementara itu, Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan pihaknya belum menerima dokumen putusan MA tersebut. Dalam konteks prinsip berkepastian hukum, KPU harus menunggu dokumen putusan MA yang dimaksud dipublikasikan secara resmi atau dirilis oleh MA. Namun, Idham tak menyebut dengan detail kapan KPU akan merevisi PKPU. (*)