HARIAN DISWAY - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara soal adanya biaya demurrage (denda) akibat tertahannya beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Ini untuk melacak kemungkinan adanya kerugian negara dalam kegiatan tersebut.
"Kami sampaikan bahwa KPK bersama 4 kementerian atau lembaga lainnya (Bappenas, Kemendagri, Kantor Staf Presiden, Menpan RB) yang tergabung dalam STRANAS PK, terus mendorong reformasi tata kelola pelabuhan sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi," jelas Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika pada Jumat, 21 Juni 2024.
Tessa menjelaskan bahwa birokrasi pelayanan pelabuhan di Indonesia masih rumit dan panjang.
Oleh karena itu, perlu melibatkan unit-unit layanan dari banyak pemangku kepentingan, swasta dan pemerintah, yang tidak terintegrasi.
BACA JUGA:KPK Panggil Anggota Komite PT Taspen untuk Dalami Kasus Investasi Fiktif
BACA JUGA:Puput dan Hasan Ajukan Eksepsi, Dakwaan JPU KPK Mengada-ngada
Sehingga menimbulkan biaya logistik yang mahal serta waktu layanan yang tidak pasti.
"Stranas PK terus mendorong digitalisasi tersebut untuk percepatan layanan dan penguatan pengawasan, sekaligus evaluasi terhadap utilitasnya sehinga berdampak pada efektifitas dan efisiensi layanan pelabuhan," jelas Tessa.
Pada triwulan II-2024, Aksi Pelabuhan merupakan aksi dengan capaian tertinggi. Berdasarkan informasi, sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Situasi ini memungkinkan munculnya biaya demurrage (denda) yang harus dibayar Bulog sekitar Rp 350 miliar.
BACA JUGA:Menyita HP dan Buku DPP PDIP, Penyidik KPK Dianggap Langgar KUHAP dan HAM
BACA JUGA:KPK Panggil Dirkeu Asabri Helmi Imam Satriyono
Hal ini menimbulkan potensi demurrage diduga akibat perubahan kebijakan Bapanas yang mengharuskan impor menggunakan kontainer. Padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar. (*)