Seperti ungkapan Carl von Clausewitz dalam On War (1832), perang adalah diplomasi dengan cara berbeda. Maka, muncullah orang-orang kuat yang menyulut perang Eropa. Napoleon dari Prancis dan Hitler dari Jerman. Mereka berambisi menyatukan Eropa di bawah kepemimpinan diktatorial mereka.
Keduanya gagal dengan akibat yang mengerikan. Perang sudah tidak ada lagi. Eropa modern sudah bersatu dalam Uni Eropa, tapi penyatuan dalam arti pan-Eropa dalam satu pemerintahan yang utuh tidak bisa terwujud.
Persaingan dan rasa saling curiga masih kental di antara raksasa-raksasa Eropa. Karena itu, Inggris kemudian keluar dari Uni Eropa melalui gerakan Brexit yang bikin gempar.
BACA JUGA: Euro 2024: Turkiye Menang Dramatis 2-1, Kapten Ceko Kecewa
BACA JUGA: Shin Tae-Yong Setuju Calvin Verdonk Dinaturalisasi, Indonesia Siap Guncang Dunia!
Perang Eropa sekarang berkobar lagi. Bukan di medan perang, melainkan di stadion sepak bola. Euro 2024. Piala Eropa adalah ajang perang lanjutan antara negara-negara kuat Eropa.
Ajang Euro akan menjadi ajang persaingan keras kekuatan-kekuatan lama Eropa dengan kekuatan baru. Tim-tim besar wakil status quo berhasil maju ke babak gugur 16 besar.
Tuan rumah Jerman masih tetap menjadi favorit. Dulu dijuluki sebagai tim diesel karena selalu terlambat panas. Namun, sekali panas, Jerman sulit dihentikan. Jerman selalu diperhitungkan karena sangat jago dalam strategi pertandingan berformat turnamen seperti Piala Eropa dan Piala Dunia.
Sejak dulu Jerman adalah kekuatan hebat di Eropa meski kekuatan militernya dikebiri seusai Perang Dunia Kedua. Namun, Jerman menjelma menjadi kekuatan ekonomi yang dahsyat sampai sekarang.
Siapa yang tidak menjagokan Inggris? Pelatih Inggris Gareth Southgate mempunyai pemain-pemain muda yang sangat hebat seperti Jude Bellingham, Phil Foden, Cole Palmer, Bukayo Saka, Connor Gallagher, dan Kobbie Mainoo.
Usia mereka belum genap 20 tahun, tapi kualitas mereka sudah sejajar dengan bintang-bintang top dunia. Dipadu dengan pemain-pemain matang yang penuh pengalaman seperti Harry Kane, Inggris menjadi favorit panas sebagai juara turnamen ini.
Namun, Inggris ternyata melempem, tidak bisa mengoptimalkan potensinya. Tiga Singa –julukan timnas Inggris– lolos ke 16 besar secara kurang meyakinkan. Performanya di penyisihan grup datar dan hambar.
Di dunia politik internasional, Inggris pernah menguasai dunia. The sun never set in Great Britain, ’matahari tidak pernah tenggelam di Britania Raya’, karena wilayah jajahan Inggris membentang luas dari Asia hingga Afrika.
Namun, Inggris kemudian layu dan loyo. Kepemimpinan internasional diambil alih Amerika Serikat sejak Perang Dunia Kedua. Di dunia sepak bola, Inggris mengeklaim sebagai negara yang melahirkan olahraga sepak bola. Semboyan ”Football Coming Home” menggema pada Euro yang lalu. Namun, tuan rumah Inggris kalah oleh Italia sehingga semboyan itu dipelesetkan menjadi ”Football Coming Rome”.
Portugal juga tetap menjadi favorit karena ada Ronaldo. Meski sudah menjadi mesin tua, Ronaldo tetap menjadi andalan di lini depan. Pelatih Roberto Martinez terlalu sungkan untuk tidak memasang Ronaldo. Meski tidak mencetak gol dalam tiga pertandingan penyisihan, Ronaldo tetap menjadi starter.
Dalam pertandingan penyisihan terakhir, Portugal dipermalukan Georgia 0-2. Ronaldo frustrasi, lebih banyak berteriak-teriak daripada berlari, dan akhirnya kena kartu kuning dan ditarik keluar oleh Martinez. Kendati demikian, Portugal tetap favorit juara karena pemain-pemain mudanya sangat cemerlang.