Wacana amandemen Undang-Undang Dasar 1945 mencuat kembali, setelah Pimpinan MPR bertemu dengan Presiden Jokowi yang menyampaikan atas rencana tersebut. Yang perlu dipertegas adalah kebutuhan kita ke depan, bukan kembali ke naskah asli UUD 1945 sebelum amandemen.
Para pendiri bangsa sendiri mengakui bahwa konstitusi yang mereka rumuskan sebelumnya bukanlah harga final.
Butuh berbagai penyesuaian baru sejalan dengan kemajuan zaman, oleh sebab itu membutuhkan adanya undang-undang dasar yang lebih relevan.
Salah satunya kerisauan kita atas demokrasi yang kita jalani saat ini kian berbiaya mahal.
Akibatnya rekrutmen politik tidak semata mata mengandalkan pengabdian, integritas dan intelektualitas. Padahal nilai nilai itulah yang menjadi kehandalan para pendiri bangsa mendirikan negara ini.
Bertolak belakang dengan yang kita jalani saat ini. Pemilu dengan sistem proporsional terbuka, ditambah budaya politik yang belum mature, membuahkan praktik pemilu kita layaknya arena jual beli barang dagangan di pasar.
Padahal pemilu adalah arena kita mendapatkan putra putra terbaik yang dengan sepenuh hati, pikiran cemerlang, dan loyalitas pengabdian untuk bangsa dan negara.
Di negara negara paling liberal pun, pelaksanaan pemilihan masih meletakkan pergulatan gagasan sebagai kasta tertinggi dalam penentuan keputusan politik. Sementara kita yang didasari oleh Demokrasi Pancasila memunggungi ajaran ajarannya.
Demokrasi Pancasila itu ditegakkan atas fondasi yang kuat atas penghormatan; multikulturalisme, hak asasi manusia, penghormatan terhadap hak minoritas, keadilan sosial, penghargaan atas kejujuran, pengabdian, dan keteladanan.
Nilai nilai itu harus tercermin sistem perwakilan kita, serta praktik hidup berbangsa dan bernegara sehari hari.
Dengan pemilu yang transaksional, hanya mereka yang bermodal ekonomi kuat, yang memiliki kemungkinan besar terpilih.
Apa daya dengan kelompok kelompok adat, yang secara basis elektoral kecil, apalagi kekuatan ekonominya. Kelompok kelompok seperti ini hanya menjadi bagian dari komoditas pemilu.
Padahal Demokrasi Pancasila menempatkan mereka sebagai bagian penting dari subyek keterwakilan politik. Lantas dimana makna keterwakilan minoritas?
Situasi itu harus kita sudahi. Melalui amandemen UUD 1945, kita rumuskan kembali sistem pemilu yang menjawab kebutuhan untuk melakukan reformasi politik.
Sejak awal PDI Perjuangan berkepentingan pada sistem pemilihan proporsional tertutup. Kita tahu sistem ini ditolak karena belum adanya kepercayaan terhadap partai politik.