Opini yang berkembang, proporsional tertutup tanpa disertai reformasi partai politik muncul sangkaan kian menguatkan oligarkisme politik pada partai politik.
Sangkaan ini bisa saya pahami. Oleh sebab itu, PDI Perjuangan juga sejalan untuk mewujudkan partai politik yang modern, dengan terus berbenah diri.
PDI Perjuangan dalam pengelolaan manajemen dan aset organisasi telah tersertifikasi, sehingga menyandang sertifikasi ISO 55001:2014 dan ISO 9001:2015.
PDI Perjuangan juga menempatkan diri sebagai partai yang terbuka. Dan itu telah dilakukan oleh PDI Perjuangan dengan membuka diri bagi seluruh warga negara untuk berkiprah, dan wajib menjalani jenjang kaderisasi dari pratama, madya, hingga utama.
BACA JUGA:Catatan Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah: Antisipasi Dampak Rupiah Loyo
Bagi para calon anggota legislatif dan eksekutif digembleng untuk memahami ideologi partai, visi misi dan garis perjuangan partai.
Hal itu dilakukan agar kepemimpinannya menjadi jelmaan ideologi partai untuk kepentingan rakyat. Dari sisi keuangan partai, PDI Perjuangan juga menjadi bagian dari subjek audit BPK, dan audit dari akuntan publik independen.
Pendek kata, penting untuk meletakkan pengaturan konstitusional guna mengatur sistem pemilu dan reformasi partai politik dalam rencana amandemen UUD 1945.
Dengan pengaturan itulah, akan menjadi dasar bagi pengaturan yang lebih detail dalam undang undang pemilu dan partai politik.
Poin penting lainnya dalam amandemen UUD 1945 adalah menguatkan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Sejak amandemen keempat UUD 1945, peran MPR menjadi gamang, hanya menjadi lembaga negara yang mengurus fungsi fungsi formal kenegaraan seperti pelantikan Presiden.
PDI Perjuangan berpandangan perlunya MPR ditempatkan sebagai lembaga negara yang berwenang kembali menetapkan Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Ketiadaan GBHN membuat pemerintahan lima tahunan amat bergantung orientasi pembangunan dari presiden terpilih tiap lima tahunan. Risikonya, presiden yang berbeda orientasi, maka berpotensi mengganggu kelangsungan tahapan pembangunan jangka panjang.
Meskipun telah ada undang undang yang mengatur rencana pembangunan jangka panjang, namun kewenangan pengawasan hanya ada di DPR. Padahal sistem perwakilan kita bikameral.
Dengan meletakkan kembali GBHN dalam ketatanegaraan kita, maka akan menguatkan pengawasan berbasis bikameral, yakni DPR dan DPD.
Selain itu, kedudukan politiknya juga akan lebih kuat, sebab secara bersamaan ditetapkan kembali Ketetapan MPR (TAP MPR) sebagai hirarki hukum yang berada di atas undang undang.