SIDIK JARI (fingerprint) adalah garis-garis atau guratan-guratan epidermis yang terdapat di kulit ujung jari tangan seseorang. Ini merupakan identitas seseorang yang bersifat alamiah, tidak berubah, dan tidak sama pada setiap orang. Sidik jari juga merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan seseorang.
Salah satunya diterapkan oleh kepolisian. Justru di kepolisian, pencarian, pencatatan, dan penyimpanan sidik jari sudah dilakukan sejak lama. Terutama saat olah tempat kejadian perkara (TKP).
Kini, kependudukan juga melakukan perekaman sidik jadi. Itu setelah pemerintah memberlakukan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik. Keunikan sidik jari yang tidak selalu berbeda pada semua orang ini dijadikan sebagai pengganti tanda tangan pada dokumen penting termasuk dokumen kependudukan. Itu dulu.
“Dulu, hasil pemeriksaan sidik jari disimpan dalam bentuk hardcopy. Dalam kertas bergambar jejak sidik jari dan dilengkapi dengan tulisan rumus-rumus pola sidik jari tersebut. Ada tiga pola besar untuk kategori sidik jadi. Yaitu Arch (garis melengkung), Loop (garis melingkar), dan Whorl (pusaran),” terang Aiptu Pudji Hardjanto, ahli forensik Universitas Airlangga yang juga anggota kepolisian, Kamis , 29 Juni 2024.
Aiptu Pudji Hardjanto, ahli forensik Universitas Airlangga yang juga anggota kepolisian di rumahnya di kawasan Kalidami, Surabaya.-Noor Arief-
Masing-masing kategori besar itu terbagi lagi menjadi sub kategori. “Inilah yang membuat pola sidik jari tidak sama antara satu orang dengan orang lain. Pun pada orang yang kembar dempet sekali pun,” tandas pria kelahiran Oktober 1973 ini.
Bapak dua anak yang lama bertugas sebagai petugas indentifikasi kepolisian ini mengatakan, sebelumnya memang dalam mengidentifikasi seseorang akan sedikit sulit bila hanya berdasar pada sidik jadi. “Sebenarnya ada beberapa tanda lain yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi seseorang. Atribut seperti baju atau perhiasan juga bisa. Tapi ini sangat mudah untuk diubah. Karena itu, sidik jari tetap menjadi metode primer untuk mengidentifikasi seseorang,” terang penulis buku TKP Bicara ditemui di rumah di kawasan Kalidami, Surabaya.
Salah satu contoh adalah mengidentifikasi mayat tanpa identitas. Dulu belum ada database sidik jadi hingga akhirnya untuk mengidentifikasi seorang dibutuhkan foto untuk disebarluaskan ke masyarakat. “Dulu salah satu media yang suka menayangkan wajah mayat tanpa identitas adalah Memorandum (grup disway.id). Beberapa identitas terlacak setelah foto korban masuk koran. Nah, nggak tahu lagi kalau sekarang karena ada kebijakan media tidak boleh menayangkan foto dengan kesadisan seperti itu,” papar pemilik Pemilik galeri bonsai Griya Kahuripan.
Sepanjang pengalaman bertugas menjadi tim indentifikasi (sejak di Polres Surabaya Timur –sekarang sudah dihapus- hingga bertugas di Polrestabes Surabaya) ada beberapa acuan yang dijadikan pedoman dalam tugas. “Dari pakaian korban, kita bisa menduga dari kalangan mana korban berasal. Biasanya kalau dari kalangan masyarakat bawah yang tidak punya tempat tinggal, identitas nya pun tidak akan terlacak. Termasuk tidak ada satu pun yang mengenali dan mengakui sebagai kerabat,” tandas kakek dua cucu ini lagi.
Biasanya cara lama yang digunakan adalah mencari keterangan saksi di sekitar lokasi. Apakah ada yang mengenali korban atau tidak. Kalau ada, dari keterangan itulah polisi kemudian mengembangkan pencarian identitas korban. “Kalau tidak ada yang akhirnya dimakamkan dengan biaya negara di pemakamam umum Jarak. Bersama mayat tanpa identitas lainnya,” paparnya lagi.
Aiptu Pudji Hardjanto, ahli forensik Universitas Airlangga yang juga anggota kepolisian mempraktikkan bedah mayat di depan mahasiswa kedokteran.-Dokumen Pribadi-
Tapi kini diakui, identifikasi seseorang lebih mudah. Ini karena sudah ada database pengenalan seseorang dari sidik jadi. Dinas kependudukan pun menyimpan. Pencarian sidik jari lebih mudah kendati kategorisasi perumusan sidik jari tetap. “Dulu kita harus bongkar lemari untuk mencari kesesuaian antara sidik jari yang ditemukan di TKP dan sidik jadi seseorang yang kita duga sebagai pelaku,” kata ayah dari Risky dan Mentari ini.
Apakah sidik jari juga diperlukan dalam penyidikan dan pemberkasan? “Jelasnya kami selalu menyerahkan hasil olah TKP kepada penyidik,” kata Pudji.
Selama ini, kesesuaian sidik jadi di lokasi kejadian dan tersangka yang diamankan jarang –atau malah tidak pernah- disebutkan dalam berkas dan terucap dalam persidangan. Selama ini, pembuktian cukup dengan pengakuan tersangka dan juga bukti lain. Padahal sidik jari adalah bukti yang tidak bisa dibantah lagi karena keunikannya.
Prof. Dr. H. Sunarno Edy Wibowo, S.H., M.Hum pun mengakui hal tersebut. Padahal harusnya, persidangan bisa berlangsung singkat karena dakwaan sudah tidak bisa dibantah. Kesesuaian sidik jadi di lokasi dan sidik jari terdakwa. “Padahal penyidik kepolisian setiap melakukan pemeriksaan selalu mengambil sidik jari untuk memastikan identitas orang yang diamankan,” jelas Sunarno melalui sambungan telepon kepada Harian Disway, Sabtu, 29 Juni 2024.