Mengkritisi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Kabinet 2024-2029

Minggu 07-07-2024,11:13 WIB
Oleh: Sukarijanto

BACA JUGA: Nasionalisme Ekonomi untuk Indonesia Maju 2045

BACA JUGA: Mengapa Ekonomi Kerakyatan?

Akibatnya, likuiditas global masih akan ketat sehingga cost of fund juga masih tetap tinggi. Di sisi lain, ruang fiskal di banyak negara makin terbatas dengan meningkatnya utang akibat pandemi. Gejolak perbankan di AS dan Eropa juga menambah risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global.

KEBIJAKAN PRUDENT

Untuk mencapai angka target asumsi dasar ekonomi makro yang dipatok, kabinet Prabowo-Gibran perlu mengambil langkah-langkah yang prudent agar tidak meleset. 

Pertama, mempertahankan tingkat inflasi di level 1,5–3,5 persen agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Adanya stimulus bansos dan BLT yang masih berjalan relatif membantu sektor konsumsi untuk jangka pendek. 

Kedua, pemerintah perlu terus memacu peningkatan investasi demi tercapainya pembentukan modal tetap bruto (PMTB), yang merupakan salah satu kontributor terbesar setelah konsumsi rumah tangga, agar dapat tumbuh tinggi. 

BACA JUGA: Arah Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia

BACA JUGA: Kebangkitan Ekonomi Kreatif Indonesia Pasca G20

Itu dapat mendorong penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan kompetitif di tengah persaingan investasi di negara-negara lain yang juga prospektif di mata investor global. 

Ketiga, memperluas ruang fiskal Indonesia yang masih terbatas. Seyogianya pemerintah perlu mengoptimalisasi pos-pos belanja pemerintah yang memiliki multiplier effect besar pada sektor makro. Misalnya, pemberian insentif pajak ekspor kepada sektor komoditas primadona nonmigas. 

Keempat, urgensi akselerasi reformasi struktural demi peningkatan sektor-sektor ekonomi yang memiliki kontribusi besar pada perekonomian seperti industri manufaktur, pertanian, perdagangan, dan konstruksi sehingga peningkatan kualitas indikator sosial ekonomi Indonesia juga ikut terkerek. 

Di sektor pemberantasan kemiskinan, Biro Pusat Statistik (BPS) merilis laporan bahwa per Maret 2023 masih terdapat penduduk miskin sebesar 25,9 juta jiwa. 

Jumlah tersebut berkurang sekitar 460 ribu orang jika dibandingkan dengan September 2022 atau turun 260 ribu orang bila dibandingkan dengan Maret tahun 2022. Dalam persentase, dari 9,54% pada Maret 2022 menjadi 9,36% pada Maret 2023. 

Baik dari segi jumlah maupun persentase, angka kemiskinan nasional pada Maret 2023 merupakan yang terendah sejak awal pandemi Covid-19 melanda. 

BPS mendefinisikan penduduk miskin sebagai penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan per kapita pada Maret 2023 dipatok sebesar Rp 550.458 per kapita per bulan. Sementara itu, garis kemiskinan rumah tangga sebesar Rp 2.592.657 per rumah tangga miskin per bulan.

Kategori :