Haji Pasca-Armuzna

Kamis 11-07-2024,23:30 WIB
Oleh: Akh. Muzakki

Bosku juga sangat baik untuk mencegah timbulnya apa yang disebut dengan istilah eksaserbasi atau kekambuhan penyakit kronis yang diderita akibat dari ketidakteraturan minum obat.  

Meski begitu, kematian jamaah haji Indonesia tetap tinggi pasca-Armuzna. Apa yang tersisa dari langkah-langkah PPIH di atas? Sinergi keagamaan dan kesehatan menjadi keharusan. 

Saat alarm bahaya sudah dibunyikan oleh pemegang otoritas di bidang kesehatan, ada panggilan juga bagi pemegang otoritas peribadatan dalam proses pelaksanaan ibadah haji untuk mengambil langkah strategis untuk berada dalam satu barisan. Kepentingannya agar kebutuhan mendesak atas penjagaan tingkat kesehatan jamaah haji dari jebakan kelelahan (hifz al-nafs) bisa dipenuhi. 

Juga sebaliknya, penunaian ibadah lanjutan dari puncak haji Armuzna penting dikonsultasikan dan disesuaikan dengan kebutuhan untuk menjaga ketahanan fisik atau kesehatan jamaah. Hal itu lebih-lebih dibutuhkan bagi pemeliharaan kesehatan dan keselamatan jamaah haji lansia dan mereka yang tergolong risti. 

Pada titik itulah, sinergi tugas pembimbing ibadah dan petugas kesehatan dalam pelaksanaan ibadah haji, khususnya pasca-Armuzna, menjadi urgen untuk ditingkatkan. 

Di ujung yang lain, mengingat banyaknya jamaah haji Indonesia berangkat berhaji ke Arab Saudi dalam koordinasi dan bimbingan kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah (KBIU), pengelola dan petugas pembimbing peribadatan di KBIHU serta kloter sudah semestinya untuk berada dalam koordinasi yang kuat dengan pemegang otoritas perlindungan jamaah (linjam) dan otoritas kesehatan. 

Itu karena kegiatan di luar ritual haji pasca-Armuzna, seperti kunjungan ziarah ke destinasi bersejarah dan wisata belanja, kerap dilakukan baik dalam koordinasi dan bahkan inisiatif KBIHU maupun secara mandiri oleh jamaah. Di sini, untuk memastikan dan sekaligus atas nama penunaian kebutuhan penjagaan kesehatan jamaah haji Indonesia, sinergi yang kuat antara KBIHU, petugas linjam, dan kesehatan makin mendesak ditingkatkan.

Tentu, dalam pelaksanaan ibadah haji 1445 H/2024 M, sinergi yang kuat antara petugas peribadatan dan kesehatan sudah dilakukan. Juga, tentu sinergi antara KBIHU, petugas linjam, dan kesehatan juga sudah dilaksanakan. Itu tak bisa dinafikan. 

Namun, penguatan sinergi ke depan perlu makin ditingkatkan. Apalagi, jika jamaah haji memutuskan melangkah secara mandiri untuk melakukan ibadah tambahan, wisata ziarah, dan wisata belanja pasca-Armuzna mengabaikan pertimbangan kesehatan dan kebugaran diri sama sekali. Tentu, bahaya yang timbul akibat kelelahan diri tak bisa dihindari. 

Penting menjadi catatan semua jamaah haji, tujuan ke Makkah-Madinah adalah beribadah haji. Dan, puncak ibadah haji di Armuzna sudah dilewati. 

Oleh karena itu, kepentingan untuk kembali ke keluarga di Indonesia dengan haji yang mabrur dalam kesehatan yang terukur jangan sampai tercederai oleh kehendak besar yang tak terkontrol melalui aksi belanja atau healing diri yang tak terkira. Bahkan, termasuk ibadah sunah yang justru bisa menambah tingkat kelelahan yang bisa membahayakan diri. 

Ke Arab Saudi untuk ibadah haji, maka tetap saja kebutuhan untuk melakukan proses ibadah haji itu tak sepatutnya menghalalkan langkah untuk melaksanakan apa saja yang tersisa pasca-Armuzna tanpa mengukur kesehatan diri dan ketahanan jiwa. (*) 


Akh. Muzakki adalah guru besar dan rektor UIN Sunan Ampel, Surabaya, serta anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024.

 

 

 

Kategori :