Kawasan Mina dibagi menjadi lima zona. Zona 1 dan 2 untuk jamaah haji khusus (plus). Harga sewanya juga khusus dan plus-plus. Lokasinya juga lebih dekat dengan jamarat –tempat melontar jumrah. Jamaah reguler Indonesia berada di zona 3 dan 4. Untung tidak di zona 5 yang paling jauh.
Hasil dari simulasi dan koordinasi Kemenag dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi menyimpulkan bahwa tidak mungkin 20.000 jamaah kuota tambahan seluruhnya masuk ke zona 3 dan 4. Solusinya, 10.000 jamaah kuota tambahan masuk ke zona 2. Karena itulah, ada penambahan 10.000 kuota tambahan untuk haji khusus.
DPR mengangkat dua isu utama, yakni distribusi kuota tambahan dan pelayanan Armuzna (terutama Mina). Dua isu itu saling terkait. Isu yang kedua sebenarnya merupakan jawaban dari isu pertama.
Masalah pelayanan di Armuzna, terutama Mina, menjawab pertanyaan mengapa kuota tambahan 20.000 jamaah tidak seluruhnya untuk haji reguler.
Pembentukan Pansus Haji DPR tersebut sebenarnya merupakan hal yang sia-sia belaka. Pertama, dari sisi waktu sangat mepet. Tidak sampai 1,5 bulan. Kedua, dari isu yang diangkat, sangat mudah dijelaskan. Tidak ada persoalan yang sangat urgen untuk dipansuskan. Persoalan tahun lalu lebih besar daripada tahun ini.
Anggota DPR tahu bahwa pansus itu sia-sia. Lalu, mengapa mereka ngotot mengusung hak angket? Apa targetnya? Target yang paling mungkin adalah sekadar memberikan noda hitam kepada penyelenggaraan ibadah haji 2024.
Pun, noda hitam itu ingin ditempelkan kepada sosok Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Mungkin maksudnya agar menjadi message bagi presiden dan wakil presiden terpilih saat menyusun kabinetnya nanti.
Itulah dunia politik kita. Urusan perseteruan politik pun sampai menunggangi urusan umat, yakni penyelenggaraan haji 2024. Kalau mau objektif, penyelenggaraan haji 2024 ini jauh lebih baik daripada tahun sebelumnya. (*)
*) Jurnalis Harian Disway.