Zainul mengaku bahwa saat kecil, ia memang gemar jajanan kemasan dan minuman bersoda. Zainul tidak menyangka bahwa makanan yang dikonsumsinya itu membawa malapetaka.
Meskipun begitu, nasi sudah menjadi bubur. Zainul pun tak mau menyalahkan waktu. Baginya, yang sudah terjadi biarlah berlalu. Cukup menjadi pelajaran bukan sebuah kutukan.
Terlepas dari cobaan yang menghadapinya, Zainul tak meninggalkan pendidikan. Ini patut diapresiasi. Sekalipun ia tak mengeluh untuk menjalani cuci darah dan bersekolah.
“Saat divonis itu saya kelas 6 SD, tinggal menunggu kelulusan. Setelah lulus SD, saya tetap bersekolah hingga SMA. Saya kejar paket karena lebih mudah bagi waktu dengan jadwal cuci darah,” tambahnya.
BACA JUGA:Kasus Cuci Darah Anak-Anak yang Bikin Waswas: Orang Tua Cari Alternatif Jaga Kesehatan
Ujian Zainul belum berhenti. Setelah didiagnosis gagal ginjal, kadar hormon paratiroid (PTH) Zainul meningkat hingga menyentuh 3.389. Jauh di atas kadar normal, yakni 160.
Kondisi tersebut membuat tulang Zainul keropos. Untuk diketahui, PTH adalah hormon yang dilepas oleh kelenjar paratiroid untuk mengendalikan kadar kalsium dalam darah.
Seiring berjalannya waktu, perubahan bentuk fisik dialami oleh Zainul. Tubuhnya semakin menyusut. Kakinya membentuk X dan dibagikan tubuh tertentu menonjol.
“Beberapa tahun terakhir, saya juga mengalami kesulitan untuk jalan. Jadi kalau jalan ya dibantu oleh kakak atau pakai kursi roda,” ucap Zainul dengan suara lirih.
Kendati diberi cobaan bertubi-tubi, Zainul tidak kenal menyerah. Kegigihannya luar biasa. Alih-alih terpuruk dengan keadaan, ia memilih fokus untuk menjaga kondisinya agar kadar PTH tidak naik.
Satu kalimat yang selalu ia pegang untuk sembuh melawan penyakitnya. "Gagal ginjal bukan berarti gagal hidup”.