Fenomena maraknya kasus anak cuci darah menjadi tamparan kita bersama. Betapa mahalnya sebuah kesehatan. Inilah kisah Zainul Mutaqin, pria berusia 27 tahun yang sudah empat belas tahun rutin menjalani cuci darah.
-----Empat belas tahun yang lalu, 10 Januari 2010, adalah momen yang tak dilupakan oleh Zainul dan keluarga. Bagaimana tidak, kabar pilu menghantam mereka tanpa aba-aba. Dokter menyatakan Zainul mengidap gagal ginjal stadium 5 (kronis).
Di usianya yang masih sangat muda, yakni 12 tahun, Zainul juga tak memberi tanda. Ia tumbuh sehat sebagai anak yang aktif dan ceria. Kesibukannya sama seperti anak-anak seusianya. Bersekolah, gemar bermain, dan gemar jajan.
“Semua kaget, seperti disambar petir. Kami khawatir bagaimana masa depannya (Zainul, Red) nanti,” ujar kakak perempuan Zainul, Setiarini ditemui di salah satu kafe di Porong, Sidoarjo, Sabtu, 10 Agustus 2024.
Anda sudah tahu, selama ini, momok gagal ginjal di Indonesia lekat sebagai penyakit yang menyerang orang tua hingga lansia. Lantas, bagaimana bisa ini terjadi pada anak-anak seperti Zainul?
BACA JUGA:Mereka yang Berjuang dengan Gagal Ginjal di Usia Muda (1): Michele Gemar Jajan Kemasan dan Mi Instan
Rini, sapaan akrab Setiarini, bercerita bahwa saat itu sang adik mengalami bengkak sekujur tubuh. Tanpa pikir panjang, keluarga langsung melarikan Zainul ke rumah sakit terdekat.
Setelah mendapat perawatan dan menjalani proses pemeriksaan, kondisi Zainul dinyatakan membaik. Dokter kemudian memberikan obat dan mengizinkan Zainul pulang ke rumah.
Dua hari setelah pulang dari rumah sakit, alih-alih sembuh, tubuh Zainul justru membengkak lagi. Terutama di bagian kaki dan perutnya. Kali ini juga disertai gejala sesak napas.
“Kami semua panik, tidak tega melihatnya. Zainul akhirnya kami bawa ke RSUD Dr Soetomo, Surabaya. Langsung masuk UGD (Unit Gawat Darurat, Red),” imbuh perempuan berusia 41 tahun tersebut.
Sejak saat itulah Zainul divonis gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah dua kali dalam seminggu secara rutin. Setidaknya 4 sampai 5 jam Zainul berbaring di ruang hemodialisis setiap sesi cuci darahnya.
Tak ingin berlarut dengan kesedihan, keluarga berusaha untuk tegar. Rini tak ingin melihat sang adik murung. “Saya berusaha ikhlas sambil tetap berikhtiar. Kalau saya sedih, takutnya berdampak pada mental adik saya,” ucap dia.
Zainul Mutaqin, pria berusia 27 tahun asal Sidoarjo yang sudah menjalani cuci darah selama 14 tahun.-Dokumentasi pribadi-
Empat belas tahun bukan waktu yang singkat. Hari demi hari telah mereka lewati. Bisa Anda bayangkan, mereka rela pulang pergi menempuh jarak sekitar 70 kilometer untuk menjalani cuci darah.
Lika-liku kehidupan pun sudah mereka cicipi. Zainul bercerita ia dan sang kakak pernah menerjang hujan karena lupa membawa mantel. Mereka juga pernah terjebak banjir saat hendak cuci darah.
“Waktu pulang HD (hemodialisis, Red), saya pernah pingsan di kereta. Dulu belum hapal jalur, terus dulu kan kereta ndak tertib. Asal masuk saja dulu, desak-desakan sampai akhirnya pingsan," ucap Zainul sambil terkekeh mengingat momen itu.