Kalau pembunuhan dengan mutilasi dan pelakunya tidak merencanakan, potongan tubuh itu pasti dibuang di sekitar TKP penemuan jenazah. Tidak jauh-jauh. Dan, pasti ketemu dalam waktu singkat.
Seumpama pelakunya merencanakan, potongan tubuh itu dimasukkan kantong, maka pelaku bakal berpapasan dengan warga di sekitar hutan. Kecuali pelaku masuk ke dalam hutan.
Berdasar data perpustakaan Kementerian LHK, luas hutan Wlahar 50.106,76 hektare. Membentang dari Kecamatan Larangan, Brebes, sampai wilayah Kecamatan Banjarharjo, Bantarkawung, Bumiayu. Sangat luas. Tidak mungkin ditemukan dalam sehari pencarian, kecuali tim dalam skala besar.
Siapa sebenarnya Karni?
Tuja: ”Dia adik saya. Sehari-hari mencari rumput. Sudah menikah. Suaminya berangkat kerja ke Jakarta hari Minggu (18 Agustus 2024) atau sehari sebelumnya. Tadi ia sudah saya telepon dan sedang dalam perjalanan balik ke sini.”
Alibi suami Karni sangat kuat. Kecuali, polisi menemukan bukti lain. Karni juga, dilaporkan Tuja, tidak punya musuh. Dia perempuan ramah, sopan, dan baik hati.
Seandainya itu pembunuhan dengan mutilasi, sangat mungkin itu direncanakan. Tidak tiba-tiba. Korban berada di tempat yang salah pada waktu yang salah. Teori dasar kriminologi menjelaskan, pembunuhan terjadi berdasar momentum lokasi dan waktu yang spesifik.
Berdasar rutinitas korban seperti dijelaskan Tuja, pelaku paham pada lokasi dan waktu keberadaan korban. Setidaknya, sementara ini diprediksi begitu.
Dikutip dari jurnal ilmiah karya duo kriminolog Jerman, Prof Klaus Puchel dan Bert-Jaat Koops, yang berjudul Zerstueckelung und Verstuemmelung (1987), pembunuhan dengan mutilasi dibagi dalam empat motif pelaku.
Pertama, mutilasi defensif. Motif pelaku adalah menghilangkan jejak. Pelaku berusaha menciptakan kondisi korban tidak teridentifikasi. Setidaknya, membikin rumit penyelidikan polisi.
Kedua, mutilasi agresif. Pelaku sangat benci korban. Pelaku tidak berpikir menghilangkan jejak pembunuhan, melainkan membuat korban sangat sengsara dan terhina. Karena terlalu emosional, pelaku tidak berpikir menghilangkan jejak.
Ketiga, mutilasi ofensif. Dikenal juga sebagai pembunuhan nafsu terkait seksual. Atau nacro-sadis. Pelaku memotong pada bagian yang terkait organ seksual. Misalnya, penis atau payudara.
Keeampat, mutilasi necromantic. Pelaku memotong bagian tubuh korban untuk dijadikan kenang-kenangan. Misalnya, cuma bagian kepala. Atau cuma kuping. Bisa tangan atau kaki. Biasanya potongan itu disimpan pelaku.
Dari empat jenis itu, paling banyak adalah yang pertama. Bukan cuma di Indonesia, melainkan universal.
Namun, sebuah riset di Swedia pada 2020 melaporkan, proporsi dan kejadian mutilasi ofensif lebih tinggi daripada tipe defensif. Berarti, banyak pembunuhan dengan mutilasi yang dilakukan pasangan intim. Bisa suami istri atau pacar atau mantan.
Seandainya kasus Karni adalah pembunuhan dengan mutilasi (polisi belum menentukan hasil penyelidikan), jelas masuk teori nomor dua. Pelaku sangat benci kepada korban. Sengaja menimbulkan kengerian bagi orang yang melihatnya. Pelaku tidak berusaha menghilangkan jejak. Sebab, wajah korban langsung dikenali keluarga dan warga setempat.