Di tempat itu ada sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri dan bertebaran dengan kokoh yang menguatkan artikulasi landmark kuno di Semarang.
Demikian juga kawasan Kota Lama di Surabaya yang memiliki tiga kawasan warisan masa kolonial, yakni kawasan pecinan, Arab, dan Eropa.
Revitalisasi zona klasik yang kini dikebut dengan penataan ulang area kota lama bertujuan menawarkan pengalaman yang baru dengan menggabungkan aspek edukasi dan entertainment, memperkuat identitas kota yang pada masa lampau pernah berjaya. Juga, melibatkan berbagai aspek, termasuk perbaikan infrastruktur, peningkatan fasilitas umum, dan promosi kawasan sebagai destinasi wisata bersejarah.
Revitalisasi kawasan kota lama di berbagai penjuru dunia, seperti di London, New York, Berlin, Moskow, dan masih banyak lagi, mengacu pada rekomendasi UNESCO.
Di kesempatan World Urban Forum di Napoli, Italia, 2012, yang dihadiri para wali kota dari kota-kota besar di seluruh dunia itu, disepakati bahwa ”cagar budaya benda dan tak benda adalah sumber ikatan sosial, keragaman, dan penggerak kreativitas, inovasi, dan regenerasi perkotaan sehingga semua pihak terkait harus berbuat lebih untuk manfaatkan kelebihan tersebut”.
Cagar budaya perkotaan merupakan sumber daya kunci dalam meningkatkan kelayakan huni daerah perkotaan. Sekaligus mendorong pembangunan ekonomi dan kepaduan sosial dalam dunia yang terus berubah.
Misi revitalisasi dan konservasi mengajak semua pihak terlibat lebih banyak dalam upaya pelestarian, meningkatkan kepedulian, dan mencari skema yang inovatif.
Tak pelak, penguatan aksentuasi kawasan kota lama melalui upaya revitalisasi tak sekadar berangkat dari sikap latah ikut-ikutan kota lain di dunia. Tetapi, sebagai bentuk sustainable conservation yang membentuk dan memperkuat ekosistem denyut nadi kawasan kuno yang dipadu elok dengan kawasan modern. (*)
*) Sukarijanto adalah direktur di Institute of Global Research for Entrepreneurship & Leadership dan kandidat doktor di program S-3 PSDM Universitas Airlangga-Dok Pribadi-