Memajukan daerah kelahirannya di Biak, Papua, adalah salah satu cita-cita Putriyanti N. L. Warer. Terutama di bidang kesehatan. Dia pun ingin kembali ke tanah kelahirannya setelah selesai kuliah dan jadi dokter.
--
TENAGA kesehatan, khususnya dokter, masih sangat dibutuhkan di Biak. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Papua, di pulau kecil yang terletak di Teluk Cendrawasih, sebelah utara pesisir Provinsi Papua itu, hanya terdapat 36 dokter.
Hanya saja, sekolah dokter sangat mahal. Walau orang tua Putri, Jemi Lololuan Yuliana Warer, adalah PNS, mereka tak sanggup menyekolahkan sang anak sesuai cita-cita.
Putri pun mencari beasiswa. Bahkan, perempuan kelahiran Biak, 2 Desember 2003 ini sempat mendaftar di beberapa universitas. Salah satunya Universitas Kristen Indonesia (UKI). Selain itu, ia mencari beberapa beasiswa untuk mewujudkan cita-citanya.
“Akhirnya saya waktu itu apply beasiswa dari Pemprov Papua. Puji Tuhan lulus administrasi pertama. Lulus seleksi akademik juga saat itu. Hanya 200 anak yang diterima,” ungkapnya kepada Harian Disway, Sabtu 31 Agustus 2024.
Putriyanti Natalia L Warer, penerima beasiswa kuliah kedokteran di Hubei Polytechnic University, Huangshi, Tiongkok, Jumat, 23 Agustus 2024.-Vincentius Andito-
Beasiswa dari Pemprov Papua itu rencananya akan mengantarkan Putri menempuh pendidikan tinggi di Amerika Serikat.. “September 2021, kami diberangkatkan ke Jakarta. Beasiswa itu ditanggung pemerintah Papua 100 persen,” ungkapnya.
Salah satu syaratnya, Putri harus lulus kursus bahasa Inggris terlebih dahulu. Setelah lulus, akan melanjutkan kuliah ke luar negeri. Sembilan bulan berjalan, Putri pun lulus dari program tersebut. Setelah itu dia memilih untuk mengikuti program transfer.
“Programnya, dua tahun di Indonesia. Dua tahun sisanya di Amerika,” terangnya. Seharusnya, Januari 2024, Putri harus berangkat ke USA untuk melanjutkan pendidikannya. Sayangnya, Pemprov Papua ketika itu diterjang masalah defisit anggaran akibat pemekaran provinsi.
BACA JUGA:Para Penerima Beasiswa ITCC ke Tiongkok (1): Wujudkan Cita-Cita Ibu
Beberapa anak Papua sempat berangkat ke negara pilihannya. Hanya tersisa 16 anak yang tertahan di Jakarta tidak bisa berangkat. Putri sempat putus asa. Stres. Terlebih, pada Januari 2024 itu, program yang dia ikuti selesai. Putri harus keluar asrama. Uang jajan pun tidak lagi dikirim oleh Pemprov Papua.
“Waktu itu, dari pihak Jakarta menawarkan untuk membelikan kami tiket agar bisa kembali ke Papua. Yang lain sudah pulang. Tapi, saya tidak. Kan malu, ya. Sudah pamit ke orang tua. Januari itu, orang tua saya tidak tahu kalau saya sudah tidak tinggal di asrama,” terangnya.
Ia mencoba berdiskusi dengan ibunya. Sudah di tengah jalan, dia terancam kehilangan pendidikannya. Putri pusing mencari sponsor barunya. Dia pun mencoba menghubungi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Supiori.