"Meski saya muslim. Saya terharu dengan kedatangan Paus Fransiskus. Kami latihan selama dua minggu, anak-anak juga berlatih dengan serius. Mereka terpilih," ujar Alamsyah, pelatih angklung anak-anak.
"Ini menjadi momen yang bagus bagi masyarakat Indonesia. Saya enggak menyangka bisa bersalaman dengan Paus. Kan enggak semua orang bisa bersalaman dengan beliau," sambung pria asal Bandung itu.
Sementara itu ratusan umat yang telah berbaris sepanjang 600 meter di Jalan Katedral memanggil-manggil nama Paus, berharap mendapatkan perhatiannya. Dengan pengawalan ketat, Paus Fransiskus terus menyapa dan melambaikan tangan ke arah umat.
BACA JUGA:Paus Fransiskus Tinggalkan Indonesia ke Papua Nugini Naik Pesawat Garuda Indonesia
Meski beberapa di antaranya terhalang oleh pagar tinggi, semangat mereka tak surut. Ada yang memanjat pagar, ada pula yang mengangkat ponsel mereka tinggi-tinggi, berharap dapat merekam momen singkat berharga itu.
Suasana semakin meriah ketika Paus memasuki halaman gereja. Di depan gerbang, Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo dan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Antonius Subianto Bunjamin sudah siap menyambut Paus dengan tangan terbuka.
Paus Fransiskus memasuki gedung gereja menggunakan kursi roda. Ia menunjukkan semangat luar biasa, meski usia lanjut dan kondisi fisiknya terbatas. Senyumnya yang tulus tak pernah pudar, seakan menyapa setiap sudut gereja.
BACA JUGA:Paus Fransiskus Tiba, Indonesia Tampakkan Kebinekaan
Tak hanya umat Katolik, kunjungan Paus Fransiskus juga disaksikan oleh warga dari berbagai latar belakang agama. Keberadaan Masjid Istiqlal yang berada tepat di seberang Katedral menjadi simbol persahabatan dan toleransi antar umat beragama di Indonesia.
Buktinya, pada 5 September 2024, Paus Fransiskus berkunjung ke Masjid Istiqlal untuk berpidato tentang perdamaian antar umat beragama di Indonesia. Di sana dia juga bertemu dengan Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar. Keduanya bahkan saling bersalaman dan saling mendoakan.
Kunjungan itu akan terus dikenang sebagai peristiwa penting bagi Gereja Katolik di Indonesia sebagai simbol persahabatan dan toleransi. (Agustinus Fransisco)