Diplomasi Bunga dan Kedamaian Semenanjung Korea

Minggu 15-09-2024,10:00 WIB
Oleh: Doan Widhiandono *)

Tak dimungkiri, frasa “perdamaian abadi’’ tersebut terasa begitu berat diperjuangkan di kawasan Semenanjung Korea. Mengingat dalam sejarah panjangnya, Semenanjung Korea juga menjadi simpul saling unjuk pengaruh antara Blok Barat yang dipandegani Amerika Serikat serta Blok Timur yang dipimpin Rusia dan Tiongkok.

BACA JUGA : Peringati Kematian Kim Jong II, Warga Korut Dilarang Tertawa Selama 11 Hari

Yang harus diingat, Indonesia—yang dikenal sebagai negara yang cukup konsisten menyuarakan perdamaian—punya kepentingan lain terkait kedamaian Semenanjung Korea. Yakni, keamanan kawasan. Carut-marut Semenanjung Korea pada akhirnya bisa mengganggu stabilitas ASEAN. Dampaknya bisa panjang, menjulur ke ranah ekonomi bahkan politik.

Dalam hal ini, Indonesia harus memainkan peran strategisnya sebagai salah satu negara yang punya sejarah kedekatan dengan Korea Utara. Hubungan diplomatik antara Indonesia-Korea Utara sudah dijalin sejak 1961. Kedutaan Besar Indonesia di Pyongyang juga sudah secara resmi berdiri pada 1964.

Salah satu ’’prasasti’’ hubungan baik itu adalah kunjungan Presiden Kim Il-sung ke Indonesia pada 1965. Sang pemimpin itu diterima oleh Presiden Soekarno dan diajak mengunjungi Kebun Raya Bogor. Di situ, Kim Il-sung tertarik dengan salah satu spesies bunga anggrek dari genus Dendrobium. Bunga yang bisa tumbuh setinggi 70 sentimeter dengan kelopak bunga besar itu lantas diberikan oleh Presiden Soekarno dan diberi nama Kimlilsungia. Merujuk pada nama sang pemimpin Korea Utara.

Sampai saat ini, bunga tersebut begitu dicintai oleh rakyat Korea Utara dan menjadi simbol persahabatan abadi Indonesia-Korea Utara. Sejak 1998, rakyat Korea Utara menyelenggarakan Festival Bunga Kimilsungia sebagai tanda kecintaan mereka pada anggrek tersebut.

Bunga Kimilsungia itu adalah salah satu wujud diplomasi awal dalam hubungan bilateral Indonesia-Korea Utara. Merujuk situs kemlu.go.id, diplomasi adalah praktik dalam memengaruhi keputusan dan perilaku dalam menjalin relasi dengan pihak lain, baik itu pemerintah asing atau organisasi internasional, melalui sebuah dialog maupun negosiasi.

Dengan kata lain, Indonesia harus secara aktif menjalankan diplomasi itu terkait keamanan dan kedamaian di Semenanjung Korea. Memang, pemberian bunga Kimilsungia itu bukan satu-satunya bentuk diplomasi yang sudah dijalankan Indonesia selama lebih dari enam dekade dengan Korea Utara.

Berbagai hal sudah dilakukan hingga menyentuh ke tataran masyarakat di Korea Utara. Salah satu bentuk konkretnya, misalnya, pembentukan Koperasi Pertanian Persahabatan Indonesia-Korea Utara di Distrik Kangso. Website Kementerian Luar Negeri Indonesia pernah mencatat kunjungan Dubes RI ke koperasi itu untuk memberikan bantuan langsung kepada para petani di Korea Utara. Langkahnya begitu konkret.

Kedekatan Indonesia dengan Korea Utara dan Korea Selatan itu bisa menjadi pintu masuk untuk membangun diplomasi yang lebih konkret. Terlebih, para diplomat Indonesia dan Korea Utara maupun Korea Selatan kerap bertemu dan menjalin kerja sama di berbagai bidang.

Pertemuan-pertemuan intens lanjutan seyogianya menjadi salah satu agenda penting pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto. Hal tersebut dimungkinkan mengingat latar belakang Prabowo Subianto yang seorang militer dengan wawasan hubungan internasional yang luas.


Kim Jong-un meninjau fasilitas pengayaan uranium, September 2024.-KCNA VIA AFP-

Selain itu, Indonesia juga tetap harus menunjukkan sikap tegasnya di berbagai forum internasional sebagaimana yang telah dilakukan saat ini. Bahwa Indonesia adalah negara yang terus memperjuangkan perdamaian paripurna di dunia ini. Sebuah perdamaian yang meniadakan senjata nuklir yang justru bisa memusnahkan kemanusiaan.

Jika perdamaian paripurna itu terjaga, persahabatan antarnegara akan bisa dikembangkan ke arah yang saling menguntungkan. Dan tanpa senjata nuklir, manusia tidak akan menjadi korban sia-sia peperangan yang mengarah ke pemusnahan masal. Peperangan yang sejatinya tanpa pemenang karena yang kalah adalah nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.

Tanpa senjata nuklir, kedamaian dunia akan mewujud dengan indah, seindah bunga anggrek yang pernah menjadi alat diplomasi Indonesia-Korea Utara. (*)

*) Doan Widhiandono adalah Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Untag Surabaya

Kategori :