BOJONEGORO, HARIAN DISWAY - Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil DJP Jawa Timur II bersama Jaksa Peneliti Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Tim Korwas Reskrimsus Polda Jawa Timur, menyerahkan tersangka berinisial DPA dan DA beserta barang bukti (Tahap 2) kepada Kejaksaan Negeri Bojonegoro, Rabu, 19 September 2024.
Penyerahan Tahap 2 ini dilakukan setelah berkas perkara penyidikan terkait tindak pidana perpajakan dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Kabid P2Humas DJP Jawa Timur II Heru Susilo menjelaskan bahwa tersangka DPA merupakan mantan kepala Desa Trucuk, Bojonegoro, periode 2013 hingga 2019.
BACA JUGA: Gelar Pekan Sita Serentak, DJP Jatim Berhasil Sita 169 Barang Senilai Rp 95 Miliar
BACA JUGA:DJP Jatim II Gelar Pajak Bertutur Kenalkan Pembayaran Pajak ke Siswa SD Sampai Perguruan Tinggi
DPA juga menjabat sebagai diirektur PT SGD dari 2017 hingga Maret 2018. Kemudian setelahnya, DA mengambil alih kepengurusan sebagai direktur.
PT SGD terdaftar sebagai wajib pajak di Kantor Pajak Bojonegoro dan bergerak di bidang perdagangan besar minyak dan lemak nabati. Perusahaan ini wajib menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) pajak.
“Tersangka diduga kuat melakukan tindak pidana perpajakan dengan tidak menyampaikan SPT dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,” jelas Heru.
Pelanggaran itu terjadi pada kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk periode Januari hingga Oktober 2018.
Bahkan, kata Heru, PT SGD menjual Barang Kena Pajak (BKP), yaitu BBM nonsubsidi berupa solar industri, namun tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut dan tidak melaporkannya dalam SPT masa PPN.
BACA JUGA:Pegawai DJP Banyak Nyambi Jadi Konsultan Pajak
BACA JUGA:Kasus Rafael Bisa Seret Sejumlah Pejabat DJP
Akibat tindakan ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp 221.013.667,00 (dua ratus dua puluh satu juta tiga belas ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah) dari pajak yang kurang dibayar.
DPA dan DA dikenakan Pasal 39 ayat (1) huruf c dan i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Mereka terancam pidana penjara antara 6 bulan hingga 6 tahun, serta denda minimal 2 kali hingga maksimal 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar.