Dampak Pemangkasan Suku Bunga The Fed

Minggu 22-09-2024,21:27 WIB
Oleh: Sukarijanto*

Namun, pekan lalu para investor makin yakin bahwa pelonggaran akan terus berlanjut. Pada simposium tahunan, Gubernur The Fed Jerome Powell tidak hanya mengatakan bahwa sudah waktunya kebijakan bank sentral tidak hanya menyesuaikan diri, tetapi juga menekankan bahwa bank sentral sekarang dapat sama-sama fokus untuk melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk menjaga pasar tenaga kerja tetap kuat dan melanjutkan kemajuan inflasi. 

Indikator FedWatch CME menunjukkan ekspektasi yang tinggi untuk tiga kali pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin oleh The Fed sebelum akhir tahun ini. 

Hal tersebut akan membuat The Fed sejalan dengan rekan-rekannya meski bergerak belakangan.

Bank Sentral Eropa juga telah memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin setidaknya tiga kali secara total tahun ini. Sementara itu, Bank of England menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin sebanyak tiga kali. 

Tiga bank sentral tersebut terlihat akan melanjutkan pelonggaran moneter setidaknya pada awal 2025. 

Bagi perekonomian global, aksi bank-bank sentral itu menunjukkan bahwa tingkat suku bunga akan lebih rendah tahun depan, bersamaan dengan berkurangnya tekanan inflasi secara signifikan. Meskipun, ada kelemahan di negara-negara besar yang berorientasi pada manufaktur seperti Jerman, negara-negara seperti Inggris yang lebih berfokus pada jasa mencatat pertumbuhan yang solid. 

Saham Eropa, yang diukur pada indeks regional Stoxx 600, rebound pada 2023 dari penurunan pada 2022. Indeks tersebut naik hampir 10 persen pada tahun berjalan untuk mencapai rekor tertinggi intraday. Di Wall Street, indeks S&P 500 sudah naik 17 persen pada 2024. 

Beat Whittmann, ketua dan mitra Porta Advisors, mengatakan kepada ”Squawk Box Europe” CNBC bahwa indeks volatilitas VIX –yang melonjak di tengah penurunan ekuitas global pada awal Agustus– kembali di bawah rata-rata. 

Pasar, dalam hal momentum harga, valuasi, sentimen, sudah cukup pulih, dan dunia akan memasuki periode September dan Oktober yang secara musiman mulai melandai. 

Jadi, diperkirakan pasar yang bergejolak didorong oleh berbagai faktor, geopolitik, pendapatan perusahaan, dan lain-lain seperti dari sektor artificial intelligence (AI) menuju fase melandai. Gejolak juga akan disebabkan koreksi konsolidasi yang terlambat dan beberapa rotasi sektor yang terjadi akibat situasi global yang sebelumnya pada fase uncertainity.

MENYONGSONG OPTIMISME PASAR GLOBAL

Berdasar Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia periode 17-18 September 2024, BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga 25 basis poin menjadi 6%. Hal itu menjadi penurunan suku bunga pertama sejak Agustus 2022. 

Namun, ada hal yang berbeda ketika BI mengambil kebijakan relaksasi suku bunga yang mendahului Bank Central AS (The Fed). Terdapat lima alasan mengapa BI merilis kebijakan menurunkan suku bunga acuan atau BI rate menjadi 6%, lebih cepat dari Federal Reserve atau The Fed. 

Pertama, makin besarnya potensi penurunan suku bunga The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) pada periode ke depan. Hingga sejauh ini, BI memperkirakan FFR bakal turun tiga kali pada tahun ini dan empat kali pada tahun depan. 

Dengan data terbaru, kemungkinan turunnya adalah September, November, dan Desember tahun ini, masing-masing 25 bps. Untuk tahun depan, pada periode kuartal I dan II. Hal itu mengindikasikan optimisme tinggi akan potensi pasar global menggeliat kembali. 

Kedua, adanya pergerakan mata uang rupiah yang belakangan ini cenderung menguat dan stabil. Membaiknya pergerakan rupiah juga menjadi salah satu hasil kejelasan FFR. Ditopang faktor kebijakan lainnya, yaitu konsistensi bauran kebijakan moneter BI dan kian derasnya aliran modal asing yang masuk. 

Kategori :