Fungsi anggaran yang dijalankan oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR sangat penting, baik secara konstitusional, politis, maupun kepastian hukum. Kewenangan dalam pelaksanaan fungsi anggaran ini secara konstitusional diatur dalam Pasal 20A Undang-Undang Dasar 1945, dan secara operasional diatur dalam Undang-Undang MD3. Dengan demikian, mandat Banggar DPR sebagai alat kelengkapan dewan dalam menjalankan fungsi anggaran sangat kuat.
Secara politis, fungsi anggaran yang dilaksanakan oleh Banggar DPR diwujudkan melalui pembahasan RAPBN bersama pemerintah. Satu-satunya undang-undang yang diusulkan oleh pemerintah adalah RUU APBN.
Melalui pembahasan bersama antara Banggar DPR dan pemerintah, aspek-aspek politik anggaran yang menjadi agenda pembangunan pemerintah dan partai-partai, melalui masing-masing fraksinya, dapat diwujudkan.
Karena secara konstitusional dan politis fungsi anggaran Banggar DPR sangat penting, maka peningkatan kapasitas anggota Banggar DPR dalam memahami ekonomi makro, kebijakan fiskal, dan sistem akuntansi negara menjadi sangat krusial.
Apalagi, mitra kerja Banggar adalah Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia, yang memiliki pengalaman tinggi dalam ketiga bidang tersebut.
BACA JUGA:PDIP Menghadapi KIM, Said Abdullah: Pilkada Bukan Permusuhan Politik, tapi Kontestasi Demokratis
BACA JUGA:Catatan Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah: Kebijakan Fiskal dan Postur APBN 2025
Harapan saya ke depan, masing-masing fraksi memperhatikan penguasaan pengetahuan dan kapasitas anggota Banggar terkait hal-hal tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengimbangi pemerintah, agar Banggar dapat menjadi mitra yang tangguh dan produktif.
Dengan demikian, proses pembahasan antara Banggar dan pemerintah dalam soal anggaran akan semakin berkualitas, meskipun Banggar DPR juga didukung oleh tenaga ahli.
Kedua, dari sisi regulasi, kewenangan DPR dalam melakukan pengawasan terkait anggaran juga terbatas. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XI/2013 membatasi kewenangan DPR dalam membahas R-APBN hanya sampai pada tingkat program.
Maksud MK mungkin benar, yakni agar DPR tidak mengambil alih aspek teknis yang menjadi domain pemerintah sebagai pelaksana anggaran.
BACA JUGA:Catatan Said Abdullah: Usulan Prioritas Kebijakan Fiskal 2025
BACA JUGA:Catatan MH. Said Abdullah: Segerakan IAIN Madura Menjadi Universitas Islam Negeri Madura
Namun, Banggar DPR mencermati bahwa dalam alokasi anggaran dan pelaksanaannya di level satuan tiga ke bawah, banyak terjadi "missing link" antara tujuan strategis dan pelaksanaan anggaran serta program teknisnya.
Sehingga, sebenarnya "setan" ada di detailnya. Namun, pengawasan Banggar terhadap anggaran terbatas pasca putusan MK. Ke depan, perlu diatur jalan baru yang tidak bertentangan dengan putusan MK, tetapi memungkinkan fungsi pengawasan dan alokasi anggaran lebih mendalam.
Tujuannya bukan untuk menggantikan fungsi perencanaan yang menjadi wewenang pemerintah, tetapi untuk menjalankan fungsi korektif yang konstruktif.