HARIAN DISWAY - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya buka suara soal kondisi deflasi yang terjadi di Indonesia selama 5 bulan berturut-turut.
Dia menegaskan deflasi bisa terjadi karena dua hal, pertama penurunan harga yang terjadi karena pasokan dan distribusi bahan pokok yang baik. Kedua, deflasi juga bisa terjadi karena adanya daya beli yang berkurang.
Oleh karena itu, harus dicari tahu lebih dahulu di antara dua hal tersebut mana yang jadi penyebab deflasi. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah deflasi menjadi alarm bahaya atau justru keuntungan buat masyarakat.
BACA JUGA:Intip Strategi Pemerintah Hadapi Deflasi
“Apapun yang namanya deflasi maupun inflasi, dua-duanya memang harus dikendalikan sehingga harga stabil tidak merugikan produsen-bisa petani, bisa nelayan, bisa UMKM, bisa pabrikan tapi juga dari sisi konsumen supaya harga juga tidak naik,” Ujar Presiden Jokowi, dilansir dari siaran pers resmi Sekretariat Kabinet, Senin 7 Oktober 2024.
Presiden Jokowi juga menekankan pentingnya memahami penyebab deflasi untuk memastikan kondisi perekonomian tetap terkendali dan stabil.
Presiden juga meminta agar penyebab deflasi dicek lebih lanjut untuk memastikan apakah disebabkan penurunan harga barang, karena pasokan distribusi, atau transportasi.
“Coba dicek betul deflasi itu karena penurunan harga-harga barang, karena pasokannya baik, karena distribusinya baik, karena transportasi nggak ada hambatan atau memang ada daya beli yang kurang?” jelas Jokowi.
BACA JUGA:Kemenperin sebut Banjir Impor Jadi Penyebab Deflasi 5 Bulan Beruntun
Kondisi ini mirip dengan situasi 1998/1999 dimana Deflasi yang terjadi 5 bulan secara beruntun (month to month/mtm) terjadi kembali pada Mei-September 2024.
Badan pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada september 2024 turun atau mencatat deflasi sebesar 0,2% secara bulanan atau month to month.
Angka deflasi itu makin dalam dibandingkan kondisi pada bulan Agustus 2024 sebesar 0,03%.
Sebagai catatan, Indonesia dulu pernah mengalami deflasi selama lima bulan pada tahun 1999.
Pada tahun itu, Indonesia mencatat deflasi dalam delapan bulan beruntun yakni pada Maret (-0,18%), April (-0,68%), Mei (-0,28%), Juni (-0,34%), Juli (-1,05%), Agustus (-0,71%), September (-0,91%), dan Oktober (-0,09%).
Namun perlu diingat bahwa kondisi ekonomi Indonesia pada saat itu sedang berantakan karena krisis pada 1997-1998.