HARIAN DISWAY - Buruh akan melakukan demonstrasi 7 hari berturut-turut mulai Kamis, 24 Oktober 2024. Hal itu disampaikan Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat konferensi pers secara daring.
“Ini adalah perjuangan untuk hidup layak. Kami akan melakukan aksi besar-besaran terkait dua isu yaitu menaikkan upah minimum 8-10 persen pada tahun 2025 dan cabut omnibus law khususnya klaster ketenagakerjaan dan petani,” ujarnya.
Ia mengungkapkan aksi ini akan digelar serentak atau bergelombang di 38 provinsi Indonesia juga lebih dari 300 kabupaten kota. Aksi yang akan diikuti oleh 100 ribu buruh. Aksi demo ini akan dimulai di Jakarta.
BACA JUGA: Luluk-Khofifah Fokus Pendidikan, Risma Perhatikan Kesejahteraan Buruh
Dilanjutkan di berbagai wilayah seperti Bandung Raya, Tangerang Raya, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. “Selama tujuh hari, suara buruh akan menggema dari satu kota ke kota lain, menyampaikan tuntutan kami,” ungkap Said.
Dia menambahkan jika tuntutan ini tidak mendapatkan hasil yang sesuai, aksi mogok kerja massal akan dilanjutkan pada bulan November. "Puncaknya jika pada 1 November upah minimum masih di bawah 8 persen," jelas Said.
"Apalagi di bawah inflasi dan Omnibus Law (UU Ciptakerja) merugikan buruh dalam keputusan MK, maka mogok nasional. Bulan November, 3 hari berturut-turut kita mogok nasional, tanggal akan ditentukan," jelas Said.
BACA JUGA: Perusahaan-perusahaan di Kota Pasuruan Ramaikan Hari Buruh dengan Turnamen Futsal
Menurutnya UU Cipta kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan, telah merampas hak-hak buruh yang seharusnya dilindungi. “Kami menuntut agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materiil yang diajukan KSPI dan Partai Buruh dalam memutuskan perkara ini,” ungkapnya.
Ada 7 isu yang digugatkan kepada Mahkamah Konstitusi soal uji materiil, yaitu soal upah murah, PHK dipermudah, penggunaan karyawan kontrak yang dapat diperpanjang, cuti haid dan cuti melahirkan, hingga penghapusan istirahat panjang selama 2 bulan.
Terlebih, menurutnya, kondisi buruh juga dinilai rentan pada situasi Indonesia tengah dilanda deflasi. Kelas menengah ke bawah dinilai tidak sanggup membeli kebutuhan pokoknya, terlebih banyaknya PHK buruh.
BACA JUGA: Prabowo di HUT Partai Buruh: Dunia dalam Ketegangan, Mari Bersatu
"Kalau menengah atas sudah mulai berhemat, maka menengah bawah mereka tidak punya uang. Maka dari itu, partai buruh dan serikat buruh lainnya meminta kenaikan upah minimum 8-10 persen pada 2025,” jelasnya.
Said mengungkapkan, turunnya daya beli salah satu faktornya dari omnibus law cipta kerja, upah kerja yang rendah atau kenaikan upah yang masih di bawah inflasi, tetap akan merugikan, buruh harus tetap tombok.
"Kenaikan 10 persen untuk daerah yang disparitas upahnya terlalu jauh, sedangkan untuk yang rata-rata di kisaran 8 hingga 9 persen. Kami tidak meminta upah tinggi, tetapi upah yang layak,” pungkasnya. (*)