Di persidangan Pengadilan Negeri Surabaya, dengan majelis hakim Erintuah Damanik (ketua) dan anggota Heru Hanindyo dan Mangapul. Ronald didakwa melanggar Pasal 338 KUHP, pembunuhan. Pada sidang, 27 Juni 2024, jaksa menuntut Ronald dihukum 12 tahun penjara.
Pada 24 Juli 2024 majelis hakim menjatuhkan vonis bebas. Menurut hakim, Dini meninggal akibat minum miras dan sakit kronis. Jaksa langsung menyatakan kasasi.
Akibatnya, demo warga ke gedung PN Surabaya terus terjadi. Berhari-hari. Awalnya tidak mempan. Keluarga Dini melapor ke Komisi Yudisial. Juga, ke badan pengawas MA. Lama-lama para penegak hukum risi juga. Hasil kasasi di MA, mengabulkan permohonan jaksa dan Ronald dijatuh hukuman lima tahun penjara.
Pada 22 Oktober 2024 MA membatalkan putusan bebas Ronald Tannur. MA menghukum Ronald Tannur dengan pidana penjara lima tahun.
Pada 23 Oktober 2024 aparat Kejaksaan Agung menangkap tiga hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Ronald. Tiga hakim itu, Erintuah Damanik (ketua), Heru Hanindyo, dan Mangapul. Dari mereka, aparat menyita uang Rp 20 miliar diduga hasil suap dari Ronald. Juga, pengacara Ronald, Lisa Rahmat, ikut dibekuk. Dia diduga sebagai pemberi uang suap.
Rentetan kejadian berlanjut. Jumat, 25 Oktober 2024, Zarof Ricar ditangkap aparat kejaksaan di sebuah hotel di Bali. Ternyata Zarof diduga berperan sebagai makelar kasus bebasnya Ronald.
Aparat kejaksaan menyatakan, pengacara Ronald, Lisa Rahmat, memberikan uang kepada Zarof Rp 5 miliar untuk diberikan kepada tiga hakim agung di MA, terkait kasasi jaksa dalam kasus itu, supaya Ronald tetap divonis bebas di peradilan tingkat kasasi di MA. Kepada Zarof pribadi, Lisa memberikn uang ”fee” makelar kasus Rp 1 miliar.
Dengan demikian, rumah Zarof di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, digeledah petugas. Temuan uang dan emas total senilai hampir Rp 1 triliun. Perinciannya, uang rupiah, dolar Amerika Serikat (AS), dolar Singapura, dan emas murni total 51 kilogram. Jika semua itu dikonversi ke uang, besarnya sekitar Rp 920 miliar.
Terakhir, Minggu sore, 28 Oktober 2024, Ronald ditangkap petugas dari rumahnya. Ia langsung dijebloskan ke bui. Berdasar pernyataan kejaksaan, Ronald atau keluarganya sudah berusaha membeli para penegak hukum sejumlah belasan miliar rupiah. Ternyata, keadilan tetap bisa ditegakkan meski pelanggarnya sudah menyuap begitu banyak.
Yang menarik adalah Zarof. Harta sitaan dari rumahnya hampir Rp 1 triliun. Kalau itu disita aparat, berarti diduga hasil kejahatan. Terus, harta dari mana saja itu? Apakah itu hasil korupsi? Padahal, Zarof ”cuma” mantan kepala Pusdiklat Mahkamah Agung.
Sitaan hampir Rp 1 triliun itu rekor di Indonesia. Mengalahkan hasil sitaan dari rumah mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dalam penyelidikan skandal 1MDB.
Dikutip dari The Guardian, 25 Mei 2018, berjudul Malaysia: police seize $29m in cash from property linked to Najib Razak, diungkapkan, polisi Malaysia telah menyita uang tunai senilai USD 29 juta (setara Rp 455,15 miliar) dari sebuah properti yang terkait dengan mantan Perdana Menteri Najib Razak sebagai bagian dari penyelidikan mereka terhadap skandal 1MDB.
Disebutkan, Komisaris Polisi Amar Singh yang mengawasi penyelidikan tersebut mengatakan, 22 petugas bank butuh waktu dua hari untuk menghitung uang tunai tersebut, yang dalam 26 mata uang berbeda. Kebanyakan dalam ringgit Malaysia, dolar AS, dan dolar Singapura.
Uang tunai tersebut terdapat dalam 35 dari 72 tas yang ditemukan selama penggeledahan pertengahan Mei 2018 di sebuah apartemen kosong di gedung mewah Pavilion Residences di Kuala Lumpur, yang diduga terkait dengan mantan perdana menteri tersebut.
”Kami memiliki surat perintah penggeledahan untuk tempat kosong ini, tempat kami menemukan semua barang ini,” kata Singh.
Dua ratus delapan puluh empat kotak berisi tas tangan desainer disita, sementara 37 tas lainnya, yang dikonfirmasi Singh berisi perhiasan, jam tangan, dan barang berharga lainnya, masih dalam proses otentikasi dan penilaian oleh polisi.