Keseragaman juga telah menimbulkan kekacauan dan hilangnya identitas sosiokultural di tingkat masyarakat. Identitas sosiokultural masyarakat kian tergerus seiring dengan kuat dan gencarnya penetrasi budaya global (Barat).
Contoh yang paling sederhana dalam masalah perilaku dan budaya makan. Masyarakat kita sudah gandrung dengan pola makan instan ala Barat (baca: McDonald, KFC, dll). Budaya serbainstan juga merembet pada aspek kehidupan yang lain di kalangan kaum muda-mudi
Gaya hidup, norma, dan nilai, adat dan kebiasaan, keyakinan agama, pola kehidupan keluarga, cara produksi, dan konsumsi masyarakat pribumi rusak akibat penetrasi dan homogenisasi kultur Barat (Sztompka, 2004:108).
NASIONALISME ORGANIK
Globalisasi adalah sebuah keniscayaan. Meski demikian, sebagai bangsa yang memiliki nilai dan ideologi Pancasila, pada pemuda kita mesti berpikir dan bertindak kritis. Salah satu yang penting dalam merespons dampak globalisasi adalah membangun imunitas nasionalisme kita di kalangan pemuda.
Kita sekarang sedang menghadapi ”perang asimetris” melalui teknologi informasi dan komunikasi. Kita sangat membutuhkan sikap nasionalisme genuine, bukan kepura-puraan yang sarat dengan pencitraan.
Membangun imunitas nasionalisme pemuda dengan cara menyuntikkan ”virus kekebalan” ke setiap tubuh pribadi-pribadi anak bangsa. Salah satunya adalah membudayakan sikap mencintai Indonesia seutuhnya. Contoh sederhana: ”cintailah produk-produk dalam negeri”.
Pada saat yang sama, kita butuh masinis-masinis unggul. Bangsa ini membutuhkan pemuda-pemudi yang memiliki nasionalisme organik, yakni nasionalisme pemuda yang otentik, genuine yang lahir dari proses sejarah dan rahim rakyatnya, merasakan penderitaan ibu pertiwi.
Nasinalisme organik pemuda, ketika mereka gelisah dan kritis terhadap kondisi bangsa dan negara ini. Ketika rahim ibu pertiwi dinodai dengan perilaku elite yang niretika dan merusak hukum, demokrasi, dan konstitusi demi ambisi kekuasaan politik dinasti dan oligarki.
Para pemuda-pemudi bangsa bersama rakyat meneguhken kembali spirit nasionalisme dan kebangsaan yang satu dengan konsisten melawan praktik-praktik kekuasaan yang merusak hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia.
Para pemuda yang mampu merasakan emosi, semangat, dan apa yang dirasakan rakyat Indonesia, memihak kepada mereka dan mengungkapkan apa yang dialami dan kecenderungan-kecenderungan objektif masyarakat.
Pemuda yang memiliki ketegasan dan keberanian untuk melawan setiap upaya dari pihak mana pun yang akan merongrong dan menghancurkan kedaulatan nasional.
Para pemuda berjiwa nasionalisme otentik itu diharapkan akan dapat membangun kembali nasionalisme baru Indonesia menuju negara yang maju, mandiri, dan berdaulat. Itulah pekerjaan rumah kita sekarang dan akan datang. (*)
*)Umar Sholahudin adalah dosen dan kepala Laboratorium Sosiologi, FISIP, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.