Penggunaan Kelapa Non-Standar dalam Produksi Bioavtur: Peluang dan Tantangan

Sabtu 02-11-2024,05:03 WIB
Reporter : Neha Hasna Maknuna*
Editor : Guruh Dimas Nugraha

HARIAN DISWAY - Ketua Indonesia Japan Business Network (IJBNet) menyatakan dukungan penuh terhadap pemanfaatan kelapa non-standar sebagai bahan baku utama dalam produksi Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia.

Hal itu disampaikannya dalam webinar bertajuk Kelapa dan Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Bio Fuel Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengusaha Pengolah dan Pemurni Minyak Nabati Indonesia (MAPORINA).

Penggunaan bioenergi, termasuk dari minyak nabati seperti kelapa, dipandang sebagai solusi strategis untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil.

Selain itu, pemanfaatan kelapa non-standar untuk SAF diharapkan mampu membantu Indonesia memenuhi Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menargetkan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada tahun 2025 dan 31 persen pada 2050.

Ia menjelaskan ada bahan baku lainnya yang hanya tumbuh di Indonesia. "Bahan baku alternatif lain yang dapat dikembangkan di Indonesia meliputi minyak sawit, nyamplung, malapari, biji karet, dan minyak kelapa. Nyampulng dan malapari hanya ada di Indonesia," kata Ketum Maporina Subandrio.

BACA JUGA:Menhub Dukung Hilirisasi Sawit untuk Bioavtur dan Biodiesel

BACA JUGA:Perkebunan Kelapa Sawit Mempunyai Potensi Lahan 1 Juta Hektare Per Tahun, Jadi Alternatif Kemandirian Energi

Menurut Ketua IJBNet, Suyoto Rais inovasi dalam penggunaan kelapa non-standar, seperti kelapa tua, pecah, atau yang memiliki rasa asam, membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menciptakan SAF yang ramah lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan petani kelapa.

 "Menurut survei IJBNet, sekitar 30 persen kelapa hasil produksi tidak layak di jual atau kategori kelapa non-standar," ungkapnya.  

Dirinya menilai pengunaan biovaktur khususnya pada sektor penerbangan kini tengah menjadi fokus perhatian internasional.  

International Civil Aviation Organization (ICAO) telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi gas karbon dioksida (CO₂) sektor penerbangan sebesar 50 persen pada tahun 2040 dibandingkan level tahun 2005.

Sebagai langkah tersebut ICAO mulai membuat standar persyaratan bahan baku bioavtur yang terbarukan.

"ICAO mensyaratkan bahwa bahan baku bioavtur tidak boleh menimbulkan isu lingkungan, tidak bersaing dengan pangan, dan tidak mengganggu keanekaragaman hayati," lanjutnya. 

Berkat kerja sama panjang antara Indonesia dan Jepang, kelapa non-standar mendapatkan izin ICAO. "Kelapa non-standar akhirnya berhasil masuk dalam daftar bahan baku SAF yang diizinkan oleh ICAO," katanya. 

Pihaknya menyatakan bahwa Indonesia telah menetapkan target penggunaan SAF sebesar 5 persen dalam bauran bahan bakar penerbangan. Begitupun negara lainnya.

Kategori :