Tersangka Korupsi Jalan Tertatih

Selasa 05-11-2024,11:33 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Pasti, pidato penuh semangat itu disambut sorakan gembira. Prabowo janji membasmi maling koruptor dan membikin rakyat makmur. Kini rakyat menunggu janji itu. Dan, ternyata Kejagung bergerak sangat cepat menangkapi para tersangka maling koruptor.

”Basmi koruptor” sebenarnya kata-kata basi. Jargon kuno yang diulang-ulang, tetapi kenyataannya korupsi kian merajalela. Koruptor beranak-pinak, berakar, menjalar ke mana-mana. Kalau diberantas, mereka pasti melawan, membayar orang untuk melawan. Bukti, sampai kini Indonesia negara korup parah.

Ketika Tom Lembong dibekuk Kejagung, ada tokoh masyarakat mengatakan kepada pers, ”Jangan tebang pilih menangkap koruptor. Mengapa yang lain tidak ditangkap?”

Diksi ”tebang pilih” muncul di awal era reformasi, seperempat abad lalu. Waktu itu terkait proses pengadilan mantan Presiden Soeharto yang kala itu diduga korup. Maka, muncul diksi tersebut.

Orang mengucapkan kata-kata itu, ada dua kemungkinan. 

Pertama, ia mengetahui dengan pasti bahwa ada banyak koruptor lain. Maka, ia bertanya-tanya, mengapa aparat penegak hukum cuma menangkap yang ini? Tebang pilih. 

Kedua, orang yang mengatakan itu adalah bagian dari tersangka koruptor yang ditangkap. Bisa saudaranya, kerabat, sahabat, atau orang bayaran si tersangka. 

Kata ”tebang pilih” menggambarkan begitu banyaknya pohon yang semestinya ditebang. Saking banyaknya, penebang jadi bingung. Mengapa penebangan dipilih-pilih? 

Terbaru, ketika aparat Kejagung menangkap Tom Lembong, dan Abdul Qohar menggelar konferensi pers, kemudian berita serta fotonya dimuat media massa.

Lalu, ada warganet komentar, mengunggah di medsos: Harga jam tangan yang dipakai Qohar Rp 1,2 miliar.

Maksudnya, penangkap koruptor, tapi pakai jam tangan mewah. Dari mana uangnya? (menduga korupsi juga).

Ternyata, itu ditanggapi Qohar. Sebab, ia ditanya wartawan soal itu. Ia menjawab pertanyaan wartawan tentang itu dalam jumpa pers penangkapan Prasetyo di Kejagung RI, Minggu, 3 November 2024. Ia menjawab, begini:

”Harga jam tangan saya ini Rp 4 juta. Saya beli di pasar sudah lama, sekitar lima tahun lalu.”

Dilanjut: ”Kenapa saya bilang jam ini sudah lama? Ini bautnya sudah hilang. Ini… dua baut ini. Biar dilihat… ini loh. Ini harganya Rp 4 juta. Bagi saya, Rp 4 juta sudah mahal.”

Sudah, puas? Apakah masyarakat penyerang aparat penangkap koruptor, sudah puas? 

Soal jam tangan, akibat kata perlawanan ”tebang pilih” sudah basi. Maka, diteroponglah jam tangan yang dipakai penyidik. Ternyata juga meleset. Sebab, penyidiknya berani buka harga jam itu. Tanda, bahwa negeri ini sudah parah korupsi. (*)

Kategori :