BACA JUGA:Pembekuan BEM FISIP Unair: Ironi di Balik Seruan Etika Akademis Kampus
Tujuannya adalah untuk memberdayakan perempuan dan mengatasi masalah yang masih mereka hadapi dan berpengaruh pada martabat dan harga diri perempuan di masyarakat.
Dalam aspek iklannya, TMOI juga sering kali memperlihatkan penggambaran wanita yang banyak terkait dengan norma-norma patriarkal.
Misalnya, tagline yang menyertai promosi acara, atau penggunaan sebuah headline acara yang membingkai perempuan sebagai objek pemanis saja.
Dalam upaya menuju kesetaraan gender, media massa memiliki tanggung jawab besar. Oleh karena itu, kita sebagai penonton, perlu lebih kritis dalam melihat dan menganalisis pesan yang disampaikan dalam tayangan.
Mari kita dukung konten yang merayakan keberagaman serta membangun dialog yang konstruktif tentang peran dan representasi gender dalam masyarakat.
Penting untuk dipahami bahwa konsep kesetaraan gender bukan berarti menghilangkan atau merampas posisi laki-laki, melainkan untuk memberikan kesempatan setara bagi keduanya berperan dan berkarya.
Acara seperti Take Me Out Indonesia, yang menempatkan satu orang pada posisi dominan dalam memilih, sebenarnya menunjukkan bahwa yang dilakukan oleh Take Me Out Indonesia dalam merepresentasikan perempuan hanyalah melanggengkan budaya yang mengobjektifikasi perempuan.
Maka dari fenomena itu, tampak pentingnya kesadaran akan bias gender dalam media. Meski tidak semua orang menyadari hal tersebut, jelas bahwa masih ada stereotipe yang mengakar dalam dunia pertelevisian yang perlu diubah agar tercipta kesetaraan yang lebih adil bagi semua. (*)
*Dinda Nur Amalia merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, yang sedang menempuh mata kuliah komunikasi gender, di bawah bimbingan Dr. Merry Fridha Tri Palupi, M.Si.