Mengenang dan Mewarisi Spirit Kepahlawanan

Minggu 10-11-2024,07:33 WIB
Oleh: Samidi M. Baskoro*

Apakah perang itu berakhir pada hari itu? Tidak! Tanggal 10 November adalah awal pertempuran besar yang terus berlanjut sampai akhir. 

Pengeboman dan penembakan artileri yang mengakibatkan kerusakan benda dan korban nyawa dihentikan pada 2 Desember 1945. Pertempuran reda hanya penanda Kota Surabaya dikuasai pasukan Inggris, bukan para pejuang menyerah kalah. Konsolidasi perlawanan meluas ke wilayah lain. Spirit perjuangan terus berlanjut ketika Belanda melancarkan agresi militer.

Peristiwa perang di Kota Surabaya menjadi inspirasi wali negara Jawa Timur menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Pahlawan (De Locomotief, 9 November 1949). Negara Jawa Timur –dibentuk 27 Desember 1948 dan dibubarkan 9 Maret 1950– merupakan salah satu negara bagian Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949– 17 Agustus 1950). 

Hikmah yang dapat diwarisi dari peristiwa perang di Surabaya adalah deklarasi kesiapsiagaan memperjuangkan hak kemerdekaan dan tumbuhnya militansi. Periode itu adalah perjuangan melawan kolonialisme-imperialisme yang tertuju meraih kemerdekaan. Itu adalah keinginan kolektif, khususnya mereka yang sadar atas kemerdekaan bangsa.

Para pejuang telah mewariskan spirit militansi kepahlawanan. Kini perjuangan tidak lagi melawan kolonialisme. Namun, perjuangan pascakolonialisme dinilai lebih sulit. Soekarno menyatakan bahwa perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri. 

Perjuangan pascakolonialisme dinyatakan sulit karena musuh bersama bangsa adalah tabiat orang dan kelompok orang yang hanya memikirkan diri dan kelompoknya.

Relevansi spirit militansi kepahlawanan saat ini adalah pembebasan dari kondisi yang bertentangan dengan kemanusiaan. Ada dua sisi perjuangan yang sama-sama penting, yaitu pencapaian dan penghapusan. 

Perjuangan untuk pencapaian kebebasan, kesejahteraan, keadilan, dan kesetaraan. Perjuangan menghapus yang bersifat kontradiktif dengan kemanusiaan, antara lain, penindasan, kesengsaraan, kebodohan, diskriminasi, kriminalisasi, dan korupsi.

Merujuk pada hal tersebut, cakupan sebutan pahlawan pada individu-individu meliputi banyak bidang. Misalnya, pendidikan, hukum, lingkungan, olahraga, kesehatan, dan kesenian. 

Maka, siapa pun yang konsisten dan berani menyuarakan, membela, dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran pada bidang-bidang tertentu dapat disebut sebagai pahlawan. Meskipun, pahlawan dalam cakupan yang kecil. Selamat memperingati Hari Pahlawan, warisi spirit kepahlawanan.

”Djadikanlah Hari Pahlawan sekarang ini satu hari untuk membaharui semangat kepahlawanan di lapangan pembangunan! Pahlawan sedjati berbakti dengan bukti!” kata Presiden Soekarno. (*)

 
*)Samidi M. Baskoro adalah dosen Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga.

 

Kategori :